Semasa mudanya, Prabu Siliwangi terkenal sebagai ksatria pemberani dan sakti. Dan satu-satunya yang berhasil mengalahkan Ratu Japura sewaktu memperebutkan Subang Larang sebagai istri.
Setelah menjadi raja, tindakan pertama Prabu Siliwangi adalah menunaikan amanah sang kakek, Prabu Wastu Kancana,yaitu membebaskan rakyat dari pajak, karena rakyat telah mengamalkan ajaran dewata.
Prabu Siliwangi dikenal memiliki ilmu kesaktian yang disebut Ajian Macan Putih. Raja Pajajaran yang berkuasa dengan gelar Sri Baduga Maharaja, yang juga disebut dengan nama Prabu Jayadewata tersebut, memimpin pada masa keemasan tahta Pakuan. Lamanya sekitar 39 tahun, antara 1482 hingga 1521.
Prabu Siliwangi adalah seorang raja yang arif, bijaksana, serta sakti mandraguna. Ia terkenal gemar bermeditasi untuk meningkatkan kesaktiannya. Bahkan ia hampir tak pernah melewatkan kegemarannya itu walau sedang dalam pengembaraan.
Awal Kisah Pasukan Macan Putih
Dalam sebuah kisah, diceritakan Prabu Siliwangi hendak melepas penat saat mengembara di Curug Sawer, Majalengka. Tiba-tiba datang sekawanan macan putih ghaib yang hendak menyerang sang prabu. Berkat kesaktian Prabu Siliwangi, tak ada satu pun dari hewan tak kasat mata tersebut dapat melukainya.
Setelah melalui pertarungan sengit, raja macan putih bisa dikalahkan oleh sang prabu. Semenjak itu, raja macan putih beserta seluruh pasukannya mulai mengabdi kepada sang prabu. Sejumlah sumber menyebut bahwa kerajaan Pakuan Padjajaran mencapai masa keemasannya, selain karena karisma Prabu Siliwangi juga berkat kesetiaan macan putih ghaib.
Sejak saat itu, pasukan macan putih ghaib kebanggan Padjajaran tersebut kerap dilibatkan dalam pertahanan kerajaan maupun saat mengkespansi wilayah sekitar. Sang prabu pun menyuruh seorang Empu Sakti, Eyang Jaya untuk menciptakan Tiga Kujang Keramat berbentuk harimau dengan warna yang berbeda-beda. Ada yang terbuat dari batu meteor (HITAM), ada yang terbuat dari api yang dibekukan (KUNING), dan ada pula yang terbuat dari besi rendaman air suci (PUTIH). Ketiga kujang tersebut dijuluki TIGA SERANGKAI.
Prabu Siliwangi juga mewariskan kesaktian yang ia miliki kepada anaknya, yaitu Raden Kian Santang. Namun demikian, kesakitan dari ayahnya tersebut, membuat Raden Kian Santang sering merenung karena seorang kakek yang ditemui Kian Santang memberi tahu bahwa di Mekkah ada seseorang bernama Sayyidina Ali yang dapat menandingi kesaktiannya.
Raden Kian Santang Belajar Islam
Kian Santang pun akhirnya pergi ke Mekkah dan menemui seseorang yang disebut Sayyidina Ali. Setelah menyaksikan kesaktian dari Sayyidina Ali, Kian Santang pun merasa takjub dan memutuskan untuk mengucapkan dua kalimat syahadat.
Sepulangnya dari Mekkah, Kian Santang pun menceritakan pengalamannya kepada Prabu Siliwangi, dan mengajak ayahnya untuk masuk Islam. Prabu Siliwangi pun jelas menolak ajakan tersebut. Setelah itu, Kian Santang pun kembali ke Mekkah, dan selama 7 tahun mendalami Islam.
Tujuh tahun berlalu, Kian Santang mendapatkan amanat untuk menyebarkan Islam dan kembali mengajak ayahnya untuk mengucap kalimat syahadat. Prabu Siliwangi pun memutuskan untuk menghindar, dan dengan kesaktiannya, mengubah istana Padjajaran menjadi hutan belantara. Kian Santang pun mengejar sang prabu bersama pengikutnya sampai ke hutan Sancang, dan terjadilah pertempuran antara keduanya. Pada akhirnya, untuk menghindari perkelahian dengan anaknya, Prabu Siliwangi bersama pengikutnya memutuskan untuk moksa.
Sesungguhnya, terhadap ajaran Islam pun Prabu Siliwangi tidak keberatan. Apalagi salah satu permaisurinya, Subang Larang, adalah seorang muslimah. Prabu Siliwangi juga mengijinkan anak-anaknya untuk mengikuti ajaran agama sang ibu sejak kecil.
Adanya perbedaan pandang dan keyakinan, namun tidak sampai menyebabkan pertumpahan darah, merupakan sebab, mengapa masa pemerintahan Prabu Siliwangi sering digambarkan sebagai masa yang penuh keadilan dan toleransi.
Kejujuran dan keadilan merupakan titik berat pada masa pemerintahan sang prabu. Tak heran jika sampai hari ini, kebesaran nama Prabu Siliwangi, masih terasa, meskipun ratusan tahun telah berlalu sejak Prabu Siliwangi memutuskan untuk moksa atau menghilang dari alam nyata.
Pesan Terakhir Prabu Siliwangi
Dalam legenda ini juga disebutkan sebelum benar-benar menghilang, Prabu Siliwangi meninggalkan pesan atau amanat kepada para pengikutnya. Amanat yang dikenal dengan Uga Wangsit Siliwangi ini, di antaranya, memuat pesan Siliwangi tentang masa depan wacana Pajajaran di masa depan:
“Ti mimiti poé ieu, Pajajaran leungit ti alam hirup. Leungit dayeuhna, leungit nagarana. Pajajaran moal ninggalkeun tapak, jaba ti ngaran pikeun nu mapay. Sabab bukti anu kari, bakal réa nu malungkir! Tapi engké jaga bakal aya nu nyoba-nyoba, supaya anu laleungit kapanggih deui. Nya bisa, ngan mapayna kudu maké amparan. Tapi anu marapayna loba nu arieu-aing pang pinterna. Mudu arédan heula.”
“Dari mulai hari ini, Pajajaran hilang dari alam nyata. hilang kotanya, hilang negaranya. Pajajaran tidak akan meninggalkan jejak, selain nama untuk mereka yang berusaha menelusuri. Sebab bukti yang ada akan banyak yang menolak! Tapi suatu saat akan ada yang akan mencoba, supaya yang hilang bisa ditemukan kembali. Bisa saja, tapi menelusurinya harus memakai dasar. Tapi sayangnya yang menelusurinya banyak yang sok pintar dan sombong. Dan bahkan berlebihan kalau bicara.”
Setelah menyampaikan pesan, Prabu Siliwangi kemudian moksa atau nga-hyang. Salah satu bunyi wangsit yang paling populer di kalangan masyarakat Sunda: “Lamun aing geus euweuh marengan sira, tuh deuleu tingkah polah maung.” (Kalau aku sudah tidak menemanimu, lihat saja tingkah laku harimau). Hal ini, salah satu yang mendasari keyakinan bahwa Prabu Siliwangi pun telah menjelma menjadi harimau putih.
Sebagian pendapat menerangkan harimau di sini tidak bermakna harfiah, melainkan lebih merujuk karakter harimau yang diidentifikasi sebagai pemberani dan menyayangi keluarga. Poin ke dua dari karakter itu, yaitu menyayangi keluarga, dikaitkan dengan pilihan Prabu Siliwangi yang memutuskan untuk mundur dan tidak meladeni pasukan Islam, karena menghindari pertumpahan darah. Alasannya adalah pengejaran itu dipimpin oleh Kian Santang, salah satu anak keturunan Prabu Siliwangi.
Saat ini, yang dapat diteladani paling utama dari Prabu Siliwangi adalah tekadnya agar tidak terjadi pertumpahan darah dengan keturunan sendiri.
Demikian kisah singkat Prabu Siliwangi yang sudah melegenda di kalangan masyarakat Indonesia.
Salam Luar Biasa Prima!
Wuryanano
Twitter: @Wuryanano
Owner SWASTIKA PRIMA Entrepreneur College