Pada Minggu, 15 November 2009, bertempat di Ruang Balai Andhika Hotel Majapahit Surabaya, saya berkesempatan menjadi Pembicara Utama pada Seminar Ilmiah Nasional DP2M DIKTI-IKORGI 2009 dengan Tema: “Present and Future of Endo Restoration” atas Undangan Pengurus Pusat Ikatan Konservasi Gigi Indonesia (PP IKORGI). Seminar Ilmiah Nasional yang hampir semua pesertanya adalah para dokter gigi spesialis, dan sebagian kecil mahasiswanya yang hampir lulus ini, juga mengusung Topik Entrepreneurship, oleh karenanya saya diundang untuk berbicara mengenai kewirausahaan. Tentu saja saya tidak membahas kedokteran gigi, lha wong saya ini seorang Dokter Hewan …hehehe…
Ini pengalaman saya berbicara di Seminar Ilmiah Nasional dengan peserta para ahli spesialis dari dunia kedokteran gigi. Berhadapan dengan orang-orang kaya raya, pandai, dengan pengalaman dan pengetahuan yang hebat-hebat, dengan kehidupan mereka yang sudah cenderung masuk ke kaum “jetset”. Tentu sebuah tantangan menarik bagi saya berhadapan dengan orang-orang yang selalu mengedepankan kekuatan otak kiri dengan berbagai analisis diagnosis di kehidupan profesionalnya… dan terkesan eksklusif dalam hal gaya dan pergaulannya ini.
Saya paham betul, mereka para dokter spesialis ini masuk golongan kaum “the have” dengan kekayaan cukup besar dibandingkan para entrepreneur yang baru merintis usahanya atau yang baru di skala usaha kecil dan menengah (UKM)… wah jelas jauh lebih kaya para dokter gigi ini. Kegiatan di dunia entrepreneurship mungkin masih dipandang sebelah mata oleh mereka ini.
Oleh karena itu, saya coba membongkar paradigma kenyamanan yang telah melekat kuat pada diri para dokter spesialis ini. Hal pertama saya ingatkan adalah, mereka ini masih berstatus pegawai negeri, digaji oleh pemerintah melalui pajak-pajak yang dipungut dari para entrepreneur di negeri ini, meskipun saya juga tahu bahwa mereka juga membayar pajak profesionalnya, namun toh itu diawali oleh penerimaan gaji lebih dulu dari status kepegawaiannya.
Untuk membongkar sifat status quo nya, lebih lanjut saya katakan, pernahkah terpikir oleh mereka, bahwa bisa saja suatu saat pemerintah juga memberlakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK kepada para dokter gigi ini, meskipun mereka semua sudah bergelar profesor doktor. Kemungkinan PHK pada pegawai negeri ini sangat dimungkinkan, mengingat semakin beratnya beban hutang pemerintah negeri ini. Sekarang memang para insan spesialis ini seakan-akan di nina-bobo-kan oleh pemerintah dengan berbagai fasilitas, mulai beasiswa studi, proyek-proyek di lingkungan kesehatan, studi di luar negeri, dan masih banyak lagi fasilitas penunjang profesi mereka dari pemerintah.
“Nah, coba bayangkan jika Anda tidak lagi bekerja sebagai pegawai negeri dengan berbagai fasilitas dari pemerintah!”, kata saya. Bagi yang sudah senior, mungkin masih bisa menikmati fasilitas dan gaji sampai masa pensiun, namun belum tentu bagi yang yunior apalagi bagi yang baru lulus kuliah. Sekarang pun sudah terlihat banyak dokter yang pengangguran, baik dokter manusia, dokter hewan maupun dokter gigi… banyak dari mereka yang hanya bekerja sebagai salesman obat, medical representatif atau detailer.
Dan, ketika mereka yang baru lulus ini mencoba membuka praktek klinik, belum tentu ada pasien setiap hari, karena sebagian besar pasien sudah dipegang oleh para dokter senior… padahal membuka praktek klinik dokter gigi itu butuh biaya besar terlihat dari harga peralatannya saja sudah mencapai puluhan bahkan ratusan juta rupiah!
Selain itu, jika mereka tidak buka praktek, pastilah juga tidak ada pemasukan uang… sebagai self employee, dan hanya bergantung pada gaji sebagai pegawai negeri. Satu hal lagi, praktek dokter itu tidak bisa diwariskan, kecuali mereka punya anak yang juga berprofesi sama sebagai dokter! Dan… anak seorang dokter, meskipun dia juga dokter, belum tentu bisa punya banyak pasien langganan seperti orang tuanya yang dokter senior dan sudah dikenal masyarakat sebagai dokter yang mumpuni!
Saya menunjukkan kepada peserta seminar ini, bagaimana memunculkan ide-ide segar guna memulai sebuah bisnis. Bagaimana menyeimbangkan kekuatan kedua belahan otak kita, otak kiri dan otak kanan, bagaimana membuat pertanyaan-pertanyaan penggali ide kreatif, dan cara memperkuat mental entrepreneurship, serta cara merancang bisnis secara lebih cerdas atau menggunakan teknik SMARTER… akronim dari Specific, Measurable, Attainable. Realistic, Time Based, Exciting, dan Reward.
Hidup memang sebuah pilihan, itu saya kembalikan lagi kepada masing-masing pribadi dokter gigi ini… mau mengembangkan potensi dirinya dengan berani menjadi Entrepreneur atau tetap berada di zona kenyamanan hanya sebagai seorang dokter gigi spesialis, yang pada saat ini memang rata-rata penghasilan mereka bisa dibilang cukup besar, bahkan jauh lebih besar jika dibandingkan dengan rata-rata penghasilan seorang entrepreneur pada skala usaha kecil dan menengah. Setidaknya saya sudah menyebarkan “spirit entrepreneurship” untuk menggerakkan semangat kewirausahaan di kalangan kaum eksklusif… para dokter spesialis di dunia kedokteran gigi pada Seminar Ilmiah Nasional ini.
Saya sampaikan terima kasih kepada Ketua PP IKORGI, Bapak M. Rulianto, drg, SpKG(K), MS. dan Ketua Panitia Seminar Ilmiah Nasional, Bapak Ketut Suardita, drg, SpKG, Ph.D, yang telah mengundang saya untuk menjadi Pembicara Utama pada Seminar Ilmiah Nasional ini. Karena dengan demikian saya berkesempatan berbagi semangat kewirausahaan di kalangan para ilmuwan dan praktisi kedokteran gigi ini. Hidup Entrepreneur Indonesia!
Salam Luar Biasa Prima!
Wuryanano
Twitter: @Wuryanano
Owner SWASTIKA PRIMA Entrepreneur College