ALLAH berfirman di dalam Q.S. Al-Baqarah: 3, “…mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan yang menafkahkan sebagian rezeki yang KAMI anugerahkan kepada mereka.” Ayat ini menunjukkan bahwa ALLAH “care” kepada orang-orang yang suka menafkahkan rezeki yang telah dianugerahkan kepada kita, untuk membantu mereka yang membutuhkan uluran tangan kita. Menafkahkan, berarti mendermakan sebagian harta yang telah didapat dengan usaha, tanpa merasa takut akan kekurangan.
Jangan takut untuk memberikan bantuan kepada mereka yang memang butuh bantuan dari kita secara finansial, karena di dalamnya adalah elemen penting untuk meraih kekayaan. Dengan memberi, hati akan kaya, dan akan dibuka banyak pintu rezeki, itulah pertanda dari hati yang senantiasa bersyukur.
Lantas adakah hubungan memberi dengan pikiran kita? Memberi adalah bagian dari ujian bagi akal pikiran manusia. Orang yang tidak ragu memberikan sebagian hartanya, menandakan akal pikirannya lebih berkualitas dibandingkan orang yang enggan memberi. Sikap memberi itu membutuhkan suplai rasionalisasi dari pikiran, hingga mampu meyakini bahwa memberi bukanlah penyebab kekurangan, melainkan menjadi kunci pembuka pintu rezeki lainnya.
Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Lebih baik memberi daripada menerima. Maknanya, memberi adalah sebuah keniscayaan ketika diri mendapatkan anugerah, merasakan ada kelebihan rezeki. Memberi adalah sebuah hal yang otomatis dilakukan ketika seseorang merasakan kelebihan, dan kelebihan ini tidak terasa kualitasnya tanpa tindakan memberi.
Kita memberi bukan untuk apa-apa, melainkan karena sebuah kesuksesan menuntut adanya kompensasi sosial. Artinya, sebuah kesuksesan akan bermakna jika ditransformasikan melalui kegiatan memberi. Dan keengganan memberi, menandakan kepentingan untuk diri sendiri terlalu dominan, dan dalam waktu bersamaan, ini menandakan ada yang hilang atau memudar apa yang kita miliki dalam kehidupan.
“Kebijaksanaan mengetahui apa yang kita lakukan, Keahlian mengetahui bagaimana kita melakukannya, dan Kebaikanlah yang melakukannya.”
Dengan melakukan transformasi kesuksesan melalui aktivitas memberi, berarti kita telah berbuat baik dan bersikap bijaksana pada kehidupan kita sendiri, yang pada gilirannya menimbulkan perasaan bahagia dan serba berkelimpahan. Inilah sesungguhnya sumber kekayaan kita dari aktivitas memberi kepada mereka yang membutuhkan uluran tangan kita.
Ingatlah, kebahagiaan tidak bergantung pada siapa Anda dan apa yang Anda miliki, tapi kebahagiaan bergantung sepenuhnya pada apa yang Anda pikirkan. Jika pikiran hanya bertumpu pada hasil, tapi tidak ada kaitannya sama sekali dengan orang lain, artinya pikiran belum mampu mendorong diri menjadi pribadi yang bermakna dan penting bagi orang lain. Bukanlah hal berlebihan jika nilai diri bukan dilihat dari seberapa banyak harta yang dimiliki, melainkan seberapa penting dan bermanfaat diri kita bagi orang lain.
Ada hukum keseimbangan TUHAN yang tidak dapat kita tolak, yakni: “Jika kita enggan memberi, maka jangan harap semesta akan memberi kepada kita.” Oleh karena itu, ketika tangan kita bergerak untuk memberi, tak usahlah berpikir “berapa” yang akan kita dapatkan kembali dari aktivits memberi itu. Percayalah. TUHAN punya banyak cara untuk memberikan yang terbaik bagi hambaNYA yang ikhlas menolong orang lain. Pada saat yang tepat, tentu TUHAN akan membalasnya dengan balasan yng berlipat ganda, bahkan dari arah yang tak pernah kita duga sebelumnya.
“Orang-orang yang suka menafkahkan hartanya di jalan ALLAH, seperti biji yang tumbuh menjadi tujuh tangkai, pada tiap-tiap tangkai ada seratus biji, dan ALLAH melipatgandakannya bagi siapa yang dikehendaki-NYA, dan ALLAH Maha Luas (karunia-NYA) lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah: 261)
Selamat Memberi untuk Memperoleh Kekayaan Lahir maupun Batin.
Salam Luar Biasa Prima!
Wuryanano
Twitter: @Wuryanano
Owner SWASTIKA PRIMA Entrepreneur College