Perasaan apa yang paling hebat di dunia ini? Merasa paling benar? Merasa banyak akal, sehingga mudah mengakali orang lain, dan sudah berhasil mengakali orang lain? Di dalam dunia pemasaran dan penjualan, perasaan-perasaan ego yang selalu merasa paling benar, dan dapat mengelabuhi atau mengakali orang lain seperti itulah sesungguhnya merupakan PENCETUS HEBAT untuk berhasil dalam pemasaran dan sekaligus menutup penjualan. Sekarang saya ingin memberikan ilustrasi studi kasus di bawah ini, silakan simak dengan santai, dan ambillah hikmahnya.
Pada waktu itu, di sebuah kota X, ada seorang laki-laki paruh baya, yang berencana membuka sebuah Toko Mebel; karena dia melihat keuntungan yang cukup besar dari menjual berbagai aneka mebel. Gagasan awalnya untk membuka toko mebel adalah menyewa tempat, dan menumpuk potongan-potongan kayu di dalamnya, yang diumpamakan sebagai barang mebel. Tibalah saatnya toko mebel itu dibuka, dan seiring berlalunya waktu, tidak banyak yang terjual. Minggu demi minggu berlalu, dan penjualan terus menjadi sangat buruk.
Perlahan-lahan, calon konglomerat mebel itu menyadari, bahwa dia belum mencoba mengembangkan strategi penjualan yang membedakannya dari para pesaing yang sukses, hingga menyimpulkan bahwa bisnis mebel itu tidak tidak cocok baginya. Dia sampai pada simpulan akhir yang masuk akal: dia akan melakukan penjualan untuk terakhir kalinya, dan setelahnya meninggalkan bisnis mebel tersebut.
Oleh karena itu, dia cepat membuat tulisan-tulisan yang dipampangkan di berbagai tempat di toko mebelnya… OBRAL … dan … tidak banyak yang berubah. Minggu demi minggu berlalu, barang mebel persediaannya belum juga ludes terjual. Banyak pembeli yang datang, dan masih meminta diskon tambahan atas harga-harga yang sudah banyak didiskon itu.
Ketika keputusasaan mulai menghantamnya, tiba-tiba seorang pemuda berjalan masuk mondar-mandir di tokonya. Pemuda itu langsung menemui pemilik toko dan memperkenalkan dirinya. Si pemuda bercerita, bahwa dia sudah lama mengamati hasil OBRAL mebel selama ini. Dia menjelaskan ke pemilik toko mebel, bahwa dia melihat strategi jual OBRAL itu tidak akan berhasil. Namun demikian, pemuda itu punya tawaran khusus untuk si pemilik toko mebel. Dia menjelaskan, bagaimana jika dia membantu si pemilik toko mebel, agar bisa menjual seluruh mebel itu, lalu mereka berdua akan membagi hasil penjualan tersebut.
Pada awalnya sang pemilik toko mebel sedikit terkejut, tetapi lantas mempertimbangkan usulan pemuda itu secara lebih baik, dan … menerima tawaran lelaki muda itu. Kemudian, pemuda itu segera memberikan sejumlah instruksi yang jelas, dan harus diikuti oleh sang pemilik toko mebel:
- Singkirkan semua tulisan OBRAL.
- Singkirkan semua bandrol harga dari mebel-mebel itu, dan menggantikannya dengan nomor-nomor kode.
- Sang pemilik toko mebel hanya diharuskan tinggal di dalam kantornya dengan pintu terbuka, dan tidak pernah masuk ke ruang pamer mebel-mebel tersebut.
Segera setelah itu dilakukan, dan sang pemilik toko duduk di dalam kantornya, anak muda itu memasukkan ALAT BANTU DENGAR berukuran besar ke dalam salah satu telinganya.
Tidak berapa lama, calon pembeli pertama datang memasuki toko itu, dan mulai melihat-lihat. Tampaknya calon pembeli itu tidak begitu berminat untuk membeli, tetapi akhirnya menimbang-nimbang sebuah dipan kayu. Karena calon pembeli tidak bisa menemukan label harganya, maka dia mendekati pemuda itu, dan menunjuk pada dipan kayu tersebut. “Berapa harga dipan kayu itu?” Si pemuda itu mendatangi calon pembeli, dan bertanya dalam kebingungan, “Anda bilang apa tadi?” katanya.
“Berapa harga dipan kayu itu?!” tanya si calon pembeli itu dengan suara yang agak lebih keras. Lelaki muda itu tampak sedih dan berkata, “Maaf Pak, saya agak tuli, tolong bicara lebih keras lagi.” Dengan menarik nafas dalam-dalam, si calon pembeli itu berteriak, “BERAPA HARGA DIPAN KAYU ITU?!!!” … “Oooh, dipan itu toh? Sebentar ya Pak” kata anak muda itu lalu mendekati dipan kayu dimaksud, membaca nomor kode yang menempel di dipan itu. “Boss! Berapa harga dipan nomor kode X-345?”
“Sembilan Ratus Ribu Rupiah.” Demikian jawaban yang datang dari arah pintu kantor yang terbuka di toko itu. Si pemuda tampak kebingungan, kemudian mengulanginya lagi, “BERAPA?!” … “SEMBILAN RATUS RIBU RUPIAH!!!” … Jawaban itu terdengar lagi. Segera senyuman lebar tergambar di wajah si pemuda itu, sambil berpaling kepada si calon pembeli. “Kata Boss, harga dipan kayu itu Lima Ratus Ribu Rupiah.” Tanpa ragu-ragu, pembeli itu segera membeli dipan kayu tersebut. Pembeli itu baru saja MENGAKALI anak muda penjual yang tuli tadi, yang tidak bisa mendengarkan secara saksama. Bukankah begitu?
Dalam beberapa hari saja, anak muda penjual itu telah berhasil menjual habis barang-barang mebel di toko mebel itu, dengan bantuan ALAT BANTU DENGAR yang berukuran terlalu besar, ditambah dengan sedikit ACTING. Semua yang telah dilakukan adalah memancing salah satu emosi yang paling kuat dalam sifat manusia, yaitu, merasa lebih pandai daripada orang lain di dunia ini.
Dan … ngomong-ngomong … harga-harga penjualan mebel-mebel itu adalah harga yang sama; harga yang tidak dianggap orang, harga yang tidak menarik untuk dibayarkan oleh orang, ketika barang mebel itu dijual dengan harga OBRAL. Penting juga untuk selalu diingat tentang sifat pelanggan, yaitu: Pelanggan Selalu Benar!
Salam Luar Biasa Prima!
Wuryanano
Twitter: @Wuryanano
Owner SWASTIKA PRIMA Entrepreneur College