1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (272 votes, average: 5.00 out of 5)

Loading...
Published on: March 9, 2012 - 8:00 PM

Pemberontakan di Masjidil HARAM

Sejarah Pemberontakan di Ka’bah 1979

20 November 1979 merupakan masa kelam bagi pemerintahan kerajaan Arab Saudi karena pada tanggal tersebut terjadi pemberontakan pengambilalihan Masjidil Haram oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan “Muhammad bin Abd Allah Al-Qahtani” adalah seorang Imam Mahdi dan juru penyelamat dunia.

Pemberontakan tersebut dipimpin oleh “Juhaiman Ibnu Muhammad Ibnu Saif al-Otaibi” beserta sekitar 500 anggotanya bersenjata api lengkap. Ribuan orang jamaah haji disekap di dalam masjidil haram dan disandera, mereka dipaksa harus mengakui Muhammad bin Abd Allah Al-Qahtan sebagai imam mahdi.

Juhaiman Ibnu Muhammad Ibnu Saif al-Otaibi

Muhammad bin Abd Allah Al-Qahtani adalah saudara ipar dari Juhaiman Ibnu Muhammad Ibnu Saif al-Otaibi. Juhaiman adalah salah satu murid terbaik dari Syaikh Abdul Aziz Bin Abdullah Bin Baz, seorang ulama terkemuka di Arab Saudi dan salah satu kepala departemen untuk menafsirkan Al Quran dan membuat berbagai fatwa di Pemerintahan Arab Saudi.

Ayah Juhaiman adalah anggota Ikhwan yaitu kelompok dari kaum Badui Najd yang dibentuk Abdul Aziz pada sekitar tahun 1900. Kelompok tersebut memiliki keahlian tempur tinggi dalam menyatukan jazirah Arab.

Juhaiman beranggapan bahwa Pemerintahan Kerajaan Arab Saudi saat itu terlalu dekat dengan negara barat, Saudi selalu menerima teknologi barat dengan memperbolehkan telepon di negaranya dan pemberian pendidikan bagi kalangan perempuan. Juhaiman meminta pemerintah untuk menghentikan ekspor minyak ke negara-negara asing khususnya Amerika dan memulangkan semua pekerja dan tentara asing dari kerajaan.

Kudeta Mekkah terjadi pada waktu selesai sholat shubuh tanggal 20 November 1979 atau persis tanggal 1 Muharram 1400 H. Sholat subuh tersebut diimami oleh “Muhammad bin Subail”. Persis saat selesai sholat dan imam menutup doa dengan harapan akan kedamaian di muka bumi, ratusan teroris mengeluarkan senapan-senapan mereka dari balik baju yang mereka bawa masuk ke dalam Masjidil Haram. Mereka masuk ke dalam masjid dengan cara berbaur diantara ratusan ribu jamaah haji yang akan melakukan sholat subuh. Seusai sholat, mereka merangsek diantara kerumunan jamaah menuju Ka’bah dan menembak 2 orang penjaga masjid yang hanya bersenjatakan pentungan kayu.

Di tengah kegaduhan itu, Juhaiman al-Otaibi, pemimpin pemberontakan muncul diapit tiga anggota kelompok militan bersenjata bedil, pistol, dan belati menerobos kerumunan menuju Ka’bah. Matanya hitam, rambutnya sebahu, dan jenggotnya hitam berombak. Laki-laki Badui berumur 43 tahun itu memakai jubah tradisional Saudi berwarna putih yang dipotong pendek di pertengahan kaki, sebagai simbol penolakan terhadap kekayaan materi.

Juhaiman sebelum Pemberontakan Kudeta Ka’bah

Kelompok Juhaiman adalah pelopor yang mengkafirkan pemerintah Arab Saudi dan mereka mewujudkan pembangkangan mereka dengan aksi nyata. Saat ini masih kita lihat dan dengar dalam tulisan-tulisan dan pidato-pidato orang-orang yang terpengaruh pemikiran Juhaiman, mereka mengkafirkan, mengancam, dan memfitnah Kerajaan Arab Saudi dengan kebohongan-kebohongan dan propaganda.

Juhaiman adalah seorang pemuda yang membentuk kelompok “Salafiyah al-Muhtasiba” dan dari golongan ini pula dia kenal dengan Muhammad Abdullah al-Qahtani yang pada waktu itu dia masih berstatus sebagai mahasiswa, yang pada akhirnya dia angkat sebagai Imam Mahdi.

Meskipun mendompleng nama salafi, gerakan ini sangat jauh dari jalan salafus shaleh, sebagaimana pelaku terorisme yang mengatasnamakan Islam, padahal Islam mengutuk apa yang mereka lakukan.

Melalui berbagai diskusi dan pertemuan dan ajaran dari golongan ini, terbentuklah pandangan idealis dari Juhaiman, sehingga akhirnya membenci pemerintahan kerajaan karena dianggap terlalu terbuka dan bekerjasama dengan negara-negara barat. Kemudian ide dan pandangannya tersebut dia buat dalam buku berjudul “Tujuh Risalah” setebal 170 halaman. buku tersebut diselundupkan dan berhasil menyebar di kampus-kampus di Mekkah, Madinah, Iran, Irak bahkan Mesir.

Juhaiman memiliki keyakinan bahwa imam mahdi telah datang, dan dari berbagai simpati dan dukungan yang terus mengalir sejak dia membuat buku “tujuh risalah” tadi. Juhaiman meyakinkan semua pengikutnya, akan kedatangan Imam Mahdi. Dia memulai menyusun strategi untuk menguasai ka’bah dan menginformasikan kepada dunia bahwa imam mahdi yang benar adalah Muhammad Al Qahtani. Persiapan mulai dari makanan dan persenjataan untuk memuluskan impiannya dan melindungi Imam Mahdi dia lakukan.

Dia mengumpulkan seluruh pengikutnya dari berbagai negara untuk berkumpul di Mekkah pada tahun 1399 H. Di akhir tahun itu, Juhaiman dan Muhammad Al Qahtani akhirnya muncul di Mekkah, mengawasi Masjid al-Haram sebelum melakukan pengambilalihan keesokan harinya.

Kudeta Masjidil Haram Mekkah 1979

Ketakutan terasa menyerebak, tanpa rasa hormat, Juhaiman mendorong dan merebut mikrofon dari imam Masjidil Haram. Hunusan senjata memaksa sang imam mundur dan tak berdaya akan kejadian hari itu, walaupun dia telah berusaha mempertahankan dan melawan semampunya.

Melalui pengeras suara, Juhaiman memerintahkan pengikutnya untuk mengunci seluruh gerbang menuju mesjidil haram, ketika itu pintu masjidil haram berjumlah 51 buah pintu gerbang. Ribuan Jamaah haji tersandera di dalam. Dia juga menempatkan para sniper di tujuh menara masjid setinggi 89 meter dengan persenjataan canggih dan lengkap. Jumlah pemberontak adalah sekitar 500 orang

Seakan telah direncanakan sebelumnya, Masjidil Haram dikuasai dalam waktu yang sangat singkat dan terarah. Seluruh pintu keluar terkunci dan sambil diiringi suara tembakan, Juhaiman mengatakan bahwa Imam Mahdi yang dinanti telah tiba dan sekarang menduduki Al-Haram sembari menunjuk saudara iparnya tersebut “Muhammad bin Abd Allah Al-Qahtani”. Pesan itu membuat shock dan kaget seluruh umat muslim di jagat raya.

Pemerintah Kerajaan Arab Saudi dibuat kewalahan dengan peristiwa tersebut, dan pasukan kerajaan siap melakukan gempuran dan mengambil alih kembali Masjidil Haram. Namun, mereka harus meminta izin dari ulama besar Arab Saudi yakni “Syaikh Abdul Aziz bin Baz”, yang telah melarang segala jenis kekerasan di Masjidil Haram. Akhirnya dia mengeluarkan fatwa penyerangan mematikan untuk mengambil alih Ka’bah. Sejak itu dimulailah peperangan yang telah membuat Mekkah berlumuran darah.

Dalam Al Qur’an:
“Dan janganlah kalian memerangi mereka di Masjidil Haram, sampai mereka memerangi kalian di dalamnya. Jika mereka memerangi kalian (di Masjidil Haram), perangilah mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir.” (Al Baqarah: 191).

Untuk menghindari pemberitaan media, pemerintah kerajaan mematikan semua jalur listrik dan komunikasi.

Perebutan itu terjadi sekitar 2 minggu lamanya. Sebanyak 255 jemaah haji dan pemberontak tewas dalam penyerangan tersebut termasuk di dalamnya “Imam Mahdi Palsu”, dan dilaporkan sebanyak 560 orang terluka. Dari sisi tentara Arab Saudi, sebanyak 127 tewas dan 451 orang terluka.

Tanggal 10 Januari 1980, Juhaiman dan 63 – 67 orang pengikutnya dihukum pancung. Para pengikutnya yang terdiri dari warga Arab Saudi, Mesir, Kuwait, Yaman, Sudan, dan Irak dieksekusi di beberapa kota berbeda, sementara Juhaiman dieksekusi di Mekkah.

Dalam press conference Pangeran Nayif bin Abdul Aziz menyatakan, setelah kejadian ini 19 orang dijebloskan ke dalam penjara dan 23 orang wanita dan anak-anak dimasukkan ke panti rehabilitasi. Korban yang jatuh dalam peristiwa ini 12 orang pegawai dan 115 tentara Arab Saudi gugur dalam operasi pembebasan Masjid al-Haram, 402 pegawai dan 49 tentara terluka, 75 anggota pemberontak tewas, dan 15 lainnya ditemukan tewas di terowongan-terowongan.

Sumber : dari berbagai sumber.

Salam Luar Biasa Prima!

Wuryanano

Twitter: @Wuryanano

Owner SWASTIKA PRIMA Entrepreneur College

1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (272 votes, average: 5.00 out of 5)

Loading...

1 thought on “Pemberontakan di Masjidil HARAM”

Leave a Comment

Your email address will not be published.