Adakah Kritik Membangun?
Seorang Sahabat saya pernah bertutur tentang pengalaman hidupnya.
Saya dulu seringkali mengkritik orang lain, dengan asumsi menurut saya bahwa saya sendiri sudah merasa benar dan orang yang saya kritik itu memang salah.
Mengapa dulu saya sering mengkritik orang lain?
Karena saat itu saya percaya, dan banyak orang percaya bahwa Kritik itu Membangun, lanjutnya sambil menatap mata saya.
Saya merenungkan ucapan sahabat saya tersebut. Itulah mengapa sering kita mendengar orang berkata bahwa tidak apa-apa mengkritik, asalkan itu Kritik Membangun.
Seiring bertambah usia, saya mulai tertarik untuk belajar lebih dalam tentang Kebijaksanaan. Saya terkejut bahwa sebagian besar buku-buku tentang Kebijaksanaan, mengatakan bahwa Sesungguhnya TIDAK ADA Kritik yang MEMBANGUN!
Semua kritik itu bersifat menghancurkan, merusak dan menekan perasaan orang yang dikritiknya.
Sampai suatu ketika saya membaca buku karangan Masaru Emoto dari Jepang, yang melakukan uji coba dengan nasi di dalam Toples yang berbeda.
Toples Pertama setiap hari diberikan kritikan terus dan ditempeli kertas bertulisan kata-kata yang mengkritik.
Toples Ke dua diberi pujian dan motivasi setiap hari.
Dan hasilnya dalam 2 minggu, nasi di Toples Pertama, yang diberikan kritikan setiap hari membusuk kehitaman. Sedangkan nasi di Toples Ke dua masih berwarna putih bersih dan tidak membusuk.
Penasaran pada penjelasan di buku ini, akhirnya saya melakukan percobaan ini bersama staf saya di kantor. Ternyata benar hasilnya lebih kurang serupa. Nasi di toples yang setiap hari diberikan kritikan, lebih cepat rusak, hitam dan membusuk.
Oleh sebab itu, di rumah, di luar rumah, saya ajarkan ke anak-anak dan istri saya, agar tidak mengejek, menghujat atau mengkritik teman. Dan melatih mereka untuk bicara baik-baik, yang tidak mengkritik.
Sejak itulah saya belajar untuk tidak mengkritik orang lain, terutama kepada anak-anak dan istri saya.
Dan percaya atau tidak, hasilnya di luar dugaan. Istri saya jadi jauh lebih perhatian, wajahnya lebih berbinar, dan anak-anak saya jauh lebih baik, ganteng, kooperatif dan sayang pada ayahnya.
Apa yang saya ubah dari diri saya sehingga anak-anak dan istri saya berubah?
Saya ganti kalimat saya yang mengkritik istri dan anak-anak saya, dengan Ucapan Terima Kasih, setiap kali mereka berbuat kebaikan.
Saya berterimakasih kepada istri dan anak-anak saya, memujinya dan sering kali sambil memeluknya, ketika mereka berhasil berhenti dari kebiasaan yang kurang baik.
Yuk mari kita renungkan, kalau perlu kita coba melakukan hal sama bersama anak-anak di rumah atau pun orang lain di mana pun berada.
Nah Sahabat…
Masihkah kita percaya bahwa KRITIK ITU MEMBANGUN?
Masihkah kita percaya ada KRITIK YANG MEMBANGUN?
Masihkah kita mau mengkritik orang lain, terutama suami, istri dan anak-anak kita..?
Tentu saja pilihan itu terserah pada diri kita masing-masing, karena hidup ini adalah pilihan bebas, berikut konsekuensinya masing-masing.
Tapi coba rasakan dan ingat-ingat lagi, apakah dengan sering mengkritik orang lain, akan membuat orang yang kita kritik menjadi lebih baik, atau malah sebaliknya, justru balik mengkritik kita… Dan akhirnya timbul permusuhan..?
Dan coba rasakan di hati kita pada saat kita sedang dikritik oleh orang lain? Nah perasaan sama itulah, yang juga dirasakan oleh orang lain yang kita kritik.
Tulisan saya ini hanya sekedar berbagi pengetahuan dan pengalaman pribadi loh, tidak ada maksud mengktitik.
Salam Luar Biasa Prima!
Wuryanano
Owner SWASTIKA PRIMA Entrepreneur College
Twitter: @Wuryanano