Sebuah penelitian dalam pengambilan keputusan, menunjukkan bahwa banyak pengusaha tidak tahu kapan harus mengandalkan Intuisi mereka dan kapan harus mengikuti Logika Analitik.
Katakanlah Anda sedang mewawancarai pelamar baru di perusahaan Anda, dan wawancara terasa agak tidak menyenangkan. Anda tidak nyaman berbicara dengan orang ini. Dia mengatakan semua hal yang benar, resumenya bagus, dia tampak seperti pegawai sempurna, calon karyawan bintang. Namun intuisi Anda mengatakan sebaliknya.
Haruskah Anda mengikuti Intuisi Anda?
Ketika pelamar semacam itu datang ke wawancara kerja, penelitian menunjukkan bahwa mereka sebenarnya indikator buruk untuk kinerja pekerjaan di masa depan. Jadi, jawaban yang benar dalam kasus ini adalah mewaspadai Intuisi itu, dan ikuti faktanya.
Saya sering mengatakan untuk “MEMPERCAYAI INTUISI”. Namun banyak pengusaha KELIRU MEMBEDAKAN antara INTUISI dan PERASAAN mereka, sehingga memberikan pekerjaan kepada orang yang mereka sukai, orang yang mereka anggap sebagai bagian dari kelompok mereka; daripada memberikan pekerjaan kepada pelamar yang paling memenuhi syarat.
Reaksi Intuisi kita berakar pada bagian otak primitif, emosional dan intuitif, yang memastikan kelangsungan hidup di lingkungan kita. Loyalitas kesukuan dan pengakuan langsung terhadap teman atau musuh bisa sangat berkembang di lingkungan otak itu.
Namun, dalam masyarakat modern, kelangsungan hidup kita jauh lebih kecil risikonya. Ketika kita salah menilai intuisi, yang sebenarnya itu hanyalah perasaan, akan membuat kita lebih cenderung untuk fokus pada informasi yang salah saat mengambil keputusan di tempat kerja.
Misalnya, kandidat pekerja tadi, apakah dia mirip dengan Anda dalam hal ras, jenis kelamin, dan latar belakang sosial ekonomi? Bahkan hal-hal sepele seperti pilihan pakaian, gaya bicara dan gerak tubuh dapat membuat perbedaan besar dalam menentukan bagaimana Anda mengevaluasi orang lain.
Otak kita cenderung jatuh pada kesalahan kognitif yang dikenal sebagai ‘Efek Halo‘, menyebabkan beberapa karakteristik yang kita sukai dan mengidentifikasi dengan melemparkan “halo” positif pada orang lain. Kebalikannya dikenal sebagai ‘Efek Tanduk‘, di mana satu atau dua sifat negatif mengubah cara kita memandang secara keseluruhan.
Namun, hanya karena seseorang serupa dengan Anda, tidak berarti ia akan menjadi karyawan terbaik. Penelitian ini jelas, bahwa seringkali intuisi kita, tidak kita kenali dengan baik dalam membuat keputusan perekrutan terbaik.
Kesalahan pada penilaian intuisi semacam itu sangat berbahaya, jika Anda mencoba membangun keragaman di tempat kerja. Ini juga membuka jalan untuk bias dalam perekrutan, termasuk dalam hal ras, kecacatan, dan jenis kelamin.
Banyak penelitian menunjukkan bahwa intervensi terstruktur diperlukan untuk mengatasi bias dalam perekrutan. Dan tidak kalah pentingnya adalah mengandalkan wawancara tidak terstruktur dan praktik pengambilan keputusan secara intuitif. Pengambilan keputusan para pemimpin dalam merekrut dan keputusan bisnis lainnya, cenderung lebih bersifat intuitif, daripada menggunakan alat pengambilan keputusan analitis. Ini boleh saja dan bagus, dengan catatan bahwa mereka memang mampu membedakan, apakah itu INTUISI ataukah hanya PERASAAN, sehingga dengan demikian keputusannya akan memberikan hasil jauh lebih baik.
Satu cara untuk mengatasi masalah bias selama proses perekrutan adalah dengan membuat daftar, di mana pelamar berbeda dari Anda. Kemudian, beri masing-masing faktor “poin positif”. Pilihan lain adalah menstandarkan wawancara — buat daftar pertanyaan dan tanyakan dalam urutan yang sama kepada setiap pelamar.
Mari kita ambil situasi berbeda. Katakanlah Anda sudah dikenal sebagai pengusaha selama bertahun-tahun. Anda telah berkolaborasi dengan sesama pengusaha di berbagai proyek dan memiliki hubungan bisnis yang mapan.
Bayangkan diri Anda berbicara dengan pengusaha lainnya tentang potensi kolaborasi. Entah mengapa, Anda merasa kurang nyaman dari biasanya. Kemungkinan besar, intuisi Anda memberikan isyarat intuitif secara halus.
Apakah Anda percaya pada intuisi Anda ataukah mengandalkan pengalaman sebelumnya?
Situasi ini adalah contoh yang masuk akal untuk mempercayai reaksi intuisi Anda. Tanda-tanda tidak nyaman atau cemas adalah indikator untuk suatu kebohongan, dan layak untuk berhati-hati. Maka, dalam hubungan bisnis yang sudah mapan, intuisi Anda adalah bagian penting dari pengambilan keputusan.
Namun secara umum, ketika Anda menghadapi keputusan penting tentang bisnis Anda, tetap gunakan logika analitik Anda untuk membuat keputusan terbaik, dengan dukungan tambahan dari kekuatan intuisi Anda. Cobalah untuk mengkombinasikan keduanya, logika analitik dan intuisi.
Salam Luar Biasa Prima!
Wuryanano
Owner SWASTIKA PRIMA Entrepreneur College
Twitter: @Wuryanano