Ketika dunia menghadapi gangguan terbesar dalam kehidupan akibat pandemi corona, umat Islam di seluruh dunia juga bergulat dengan dampak pandemi corona. Namun, dimensi budaya, spiritual, ajaran, dan teologis Islam menawarkan kepada umat Muslim berbagai cara untuk mengatasinya.
Nabi Muhammad mendorong umat Islam untuk menjaga ikatan keluarga yang kuat. Al-Qur’an mengilhami umat Islam untuk bermurah hati kepada kerabat (16:90) dan memperlakukan orang tua dengan kasih sayang (17:23). Ajaran-ajaran ini telah membuat umat Islam, selalu menjaga hubungan baik, hidup bersama sebagai keluarga besar atau melakukan kunjungan rutin mingguan dan pertemuan anggota keluarga besar. Banyak Muslim merasa bertentangan tentang perlunya menerapkan jarak sosial di satu sisi, dan kebutuhan untuk dekat dengan keluarga dan kerabat yang selalu mendukung. Pembatasan ketat jarak sosial dan fisik, berarti tidak diperbolehkan mengunjungi keluarga besar lagi, tidak ada lagi orang-orang yang berkumpul dan berdesakan.
Salah satu perubahan pertama yang disebabkan oleh jarak sosial adalah kebiasaan Muslim berjabat tangan diikuti oleh pelukan teman dan kenalan (untuk berjenis kelamin sama), terutama di masjid dan organisasi Muslim. Setelah satu – dua minggu masih ragu penuh bimbang, jabat tangan dan pelukan itu benar-benar berhenti, ini membuat dunia Islam terasa suram.
Mengunjungi orang sakit dianggap sebagai perbuatan baik dalam Islam. Namun, dalam kasus COVID-19, kunjungan semacam itu tidak dimungkinkan. Memeriksa dan melaporkan mereka yang sakit dengan panggilan telepon, pesan, dan media sosial masih memungkinkan dan dianjurkan.
Kebersihan adalah sebagian dari iman
Salah satu aspek pencegahan coronavirus, yang secara alami bagi umat Islam adalah kebersihan pribadi. Organisasi dan pakar kesehatan sangat menganjurkan kebersihan pribadi untuk membatasi penyebaran coronavirus, terutama mencuci tangan sesering mungkin.
Islam telah mendorong kebersihan pribadi selama berabad-abad. Al-Qur’an menginstruksikan umat Islam untuk menjaga pakaian mereka bersih di salah satu wahyu Ilahi (74: 4), dengan mengatakan “Tuhan mencintai orang-orang yang bersih” (2: 222).
Lebih dari 14 abad yang lalu, Nabi Muhammad menekankan “kebersihan adalah sebagian dari iman” dan mendorong umat Islam untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, mandi setidaknya sekali seminggu (dan setelah hubungan suami-istri), gosok gigi setiap hari, dan merawat bagian-bagian pribadi lainnya.
Selain itu, umat Islam harus melakukan wudhu sebelum shalat lima waktu shalat sunnah. Wudhu melibatkan mencuci tangan sampai ke siku, termasuk jalinan jari, mencuci muka dan kaki, dan menyeka rambut.
Walaupun ini tidak sepenuhnya mencegah penyebaran penyakit, sikap ini tentu saja membantu mengurangi risikonya.
Detail yang menarik adalah bahwa Muslim diharuskan untuk mencuci alat kelamin mereka setelah menggunakan toilet. Meskipun Muslim menggunakan kertas toilet, mereka harus menyelesaikan pembersihan dengan air. Persyaratan ini menyebabkan beberapa Muslim memasang penyemprot air di kamar mandi mereka.
Penutupan Masjid dan Shalat Jum’at
Doa jamaah di masjid penting bagi umat Islam dalam menanamkan perasaan berada di hadapan yang Maha Suci, dan perasaan bersama dengan orang-orang terpercaya lainnya. Oleh karena itu, mereka berbaris dalam barisan dengan bahu bersentuhan. Pengaturan ini sangat berisiko selama pandemi. Akhirnya, masjid-masjid di seluruh dunia, te rmasuk Indonesia, hampir seluruhnya sekarang ditutup karena coronavirus.
Memutuskan untuk melewatkan shalat berjamaah setiap hari tidak terlalu sulit bagi umat Islam, tetapi menghentikan shalat Jum’at, jauh lebih sulit. Sholat Jum’at adalah satu-satunya sholat Muslim yang harus dilakukan di masjid. Ini terdiri dari khotbah Jum’at selama 30-60 menit diikuti dengan shalat 2 raka’at, yang dilakukan di tengah hari.
Menghentikan sholat Jum’at dalam skala global belum pernah terjadi, sejak Nabi Muhammad pada 622, bermigrasi ke kota Madinah dari penganiayaan yang ia dan para pengikutnya alami di Mekah.
Dari berita, Iran adalah negara pertama, yang melarang sholat Jum’at pada tanggal 4 Maret. Sementara negara-negara seperti Turki dan Indonesia berusaha untuk melanjutkan shalat Jum’at dengan jarak sosial, namun itu tidak berhasil, dan segera seluruh dunia Muslim menutup masjid untuk layanan sholat.
Untungnya bagi umat Islam, penutupan masjid tidak berarti mereka menghentikan sholat sehari-hari sama sekali. Dalam Islam, doa dan ibadah individu memainkan peran yang lebih besar daripada yang komunal. Orang Muslim dapat sholat lima waktu sehari di mana pun mereka berada, dan sering kali rumah adalah tempat di mana sebagian besar sholat berlangsung.
Kekosongan yang ditinggalkan oleh berakhirnya khotbah Jum’at di masjid telah diisi sampai batas tertentu oleh khotbah Jum’at yang ditawarkan secara online.
Keseimbangan antara Tindakan Pencegahan Wabah dan Ketergantungan pada Tuhan
Debat awal di kalangan Muslim tentang coronavirus telah berlangsung cukup seru, dan menjadi debat teologis. Orang-orang Muslim percaya bahwa Tuhan menciptakan alam semesta, dan DIA terus secara aktif mengatur urusanNya. Ini berarti munculnya virus juga merupakan ciptaan Tuhan yang aktif.
Jadi, seperti beberapa kelompok agama lain, beberapa Muslim berpendapat bahwa coronavirus diciptakan oleh Tuhan untuk memperingatkan dan menghukum manusia karena konsumerisme, perusakan lingkungan, dan perusakan diri pribadi. Ini berarti memerangi pandemi itu akan sia-sia, dan orang harus mengandalkan sepenuhnya pada kekuasaan Tuhan untuk melindungi orang-orang benar.
Pemikiran seperti itu, memang dapat membantu mengurangi rasa takut dan panik, akibat pandemi berskala besar, tetapi juga dapat membuat orang merasa tidak perlu berupaya untuk turut melakukan pencegahan penyebaran coronavirus.
Sebagian umat Islam menentang pendekatan fatalistik ini, dengan menyatakan bahwa kemunculan virus itu tidak ada dalam kendali manusia, juga penyebaran penyakit lainnya. Namun sebagian umat Islam mengingatkan kita, bahwa Nabi Muhammad pernah menasehati seorang pria yang tidak mengikat untanya, karena dia sangat percaya kepada Tuhan: “Ikatlah unta terlebih dahulu dan kemudian percaya pada kekuasaan Tuhan, itulah tawakal.”
Nabi Muhammad juga mencari perawatan medis dan mendorong para pengikutnya untuk mencari perawatan medis, dengan mengatakan, “Tuhan tidak membuat penyakit tanpa menetapkan obat untuknya, dengan pengecualian satu penyakit, yaitu usia tua.”
Nabi Muhammad juga pernah memberikan nasihat tentang pentingnya Karantina:
“Jika Anda mendengar wabah penyakit di suatu negeri, jangan memasukinya; jika wabah merebak di suatu tempat saat Anda berada di dalamnya, jangan tinggalkan tempat itu.”
Terkadang kesusahan tak terhindarkan menghampiri kita. Al-Qur’an mengajarkan umat Islam untuk melihat keadaan sulit hidup sebagai ujian, sebab mereka adalah kesulitan sementara untuk memperkuat kita (2: 153-157). Perspektif seperti itu memungkinkan umat Islam untuk menunjukkan ketahanan di saat-saat sulit dan kesusahan, dengan kekuatan yang cukup untuk membuatnya tetap tegar menjalani kehidupan.
Di saat seperti ini, beberapa orang pasti akan kehilangan kekayaan, pendapatan, dan bahkan nyawa mereka. Nabi Muhammad menasihati orang yang berduka, bahwa harta benda yang hilang selama masa kesengsaraan akan dianggap sebagai amal, dan mereka yang mati akibat pandemi akan dianggap sebagai martir surga, dan kelak dapat balasan surga.
Ketika umat Islam terus berurusan dengan pandemi corona, seperti orang-orang lainnya, mereka juga bertanya-tanya bagaimana kehidupan mereka dapat diubah setelahnya. Nah, bagaimana dengan Anda dalam menyikapi pandemi corona di negeri kita ini?
Semoga Tuhan kita, Allah SWT senantiasa memberikan pertolonganNya kepada hambaNya dalam menjalani kehidupan penuh berkah. Dan kita bisa menyambut datangnya bulan suci Ramadhan dengan penuh rasa syukur, dan coronavirus mulai mundur teratur. Aamiin.
MARHABAN YAA RAMADHAN
Salam Luar Biasa Prima!