IMAM Al-Ghazali pernah mengatakan bahwa dalam penciptaan dan penyusunan organ tubuh manusia, terdapat empat campuran sifat yang setiap saat saling bersenyawa antara satu dengan yang lain, yaitu: sifat binatang buas, sifat hewan, sifat setan, dan sifat ke-TUHAN-an. Manusia berperilaku seperti binatang buas, membenci, menyerang orang lain pada saat dikuasai oleh emosi dan amarah. Ketika ia dikuasai oleh hawa nafsu, ia akan berbuat seperti layaknya binatang, rakus, kikir, dan sejenisnya. Sedangkan keberadaan sifat ke-TUHAN-an pada diri manusia antara lain: menyenangi kekuasaan, keistimewaan, otoriter, bahkan menganggap dirinya mengetahui hakikat segala sesuatu.
Tatkala hawa nafsu menguasai hati manusia, maka setan akan mendapatkan ruang dan peluang menancapkan pengaruh di dalamnya. Jika hati mengarah pada *dzikrullah*, maka setan akan menjauh. Awal penguasaan setan terhadap hati adalah mengikuti kemauan syahwat. Cara untuk membersihkannya adalah pertama-tama dengan mengosongkan dari setan, membunuh hawa nafsu, untuk selanjutnya mengisinya dengan *dzikrullah* dan memasukkan pengaruh malaikat ke dalamnya.
Pada fitrahnya, hati manusia terbuka untuk menerima pengaruh dari malaikat maupun setan. Ketika pengaruh malaikat lebih kuat, ia akan meneladani akhlaq malaikat, di bawah pancaran Nur Ilahi. Sebaliknya, ketika pengaruh setan lebih dominan, maka perilaku yang tampak merupakan representasi sifat-sifat setan.
Alim ulama pun mengatakan bahwa pembersihan hati dari keterkaitan dengan manusia, menjauhi dorongan-dorongan jiwa, menempatkan sifat ruhaniyah dalam dirinya, selalu terkait dengan ilmu-ilmu hakikat serta mengikuti syari’at Rasulullah SAW. “Barangsiapa telah membersihkan jiwanya dari kotoran, dan mengisinya dengan pemikiran-pemikiran, maka baginya tidak ada perbedaan antara emas dan besi.” demikian kata Sahl ibnu Abdillah al-Tustari, salah seorang ulama terkemuka.
Kebahagiaan dan amal kebajikan akan tetap bersama kita, jika diri kita dipenuhi dengan Pertama, hati yang bersih dan suci dari selain ALLAH SWT, seperti firmanNYA dalam QS. Al-Syu’ara: 89: “Kecuali orang yang mengharap ALLAH dengan hati yang lurus.” Kedua, hati yang dipenuhi dengan *ma’rifah* ALLAH, yang menjadi tujuan diciptakannya alam dan diutusnya para Rasul, sebagaimana firmanNYA dalam QS. Al-Qalam: 4: “Dan sesungguhnya engkau berada di atas budi pekerti yang luhur.” Serta di dalam QS. Fathir: 10: “…dan kepada-NYA ucapan-ucapan baik dan amal shalih itu naik.”
Hati manusia bagaikan kaca, sedangkan perangai buruk ibarat asap pekat gelap. Apabila asap itu singgah di hati, maka ia menggelapi jalan kebahagiaan. Sementara itu budi pekerti baik bagaikan cahaya pancaran sinar, sehingga jika ia sampai di hati, akan menjernihkan dari kepekatan maksiat.
Rasulullah SAW bersabda: “Iringilah yang buruk dengan yang baik, maka yang baik akan menghapuskannya.” Hati adakalanya bercahaya atau gelap gulita, yang selamat hanyalah orang-orang yang dikaruniai ALLAH hati yang baik.
ALLAH berfirman dalam Hadits Qudsi: “Wahai anak Adam, bila agama, daging, dan darahmu baik, maka baiklah amal, daging, dan darahmu. Janganlah menjadi lampu yang membakar dirinya dan menerangi orang lain. Keluarkanlah cinta duniamu dari hatimu, karena AKU tidak akan mengumpulkan cinta dunia dan cinta kepada-KU dalam satu hati untuk selamanya. Wajarlah dalam mencari rezeki, karena rezeki telah terbagi, dan orang yang berambisi terhadapnya tidak akan mendapatkannya. Bakhil adalah perbuatan tercela, sementara nikmat tidak akan ada selamanya. Mencari rezeki tanpa batas adalah perbuatan fasik, sementara ajal sudah jelas dan kematian sudah pasti adanya. Sebaik-baik kekayaan adalah qona’ah, sebaik-baik bekal adalah taqwa. Sebaik-baik sesuatu yang berkenaan dengan hati adalah keyakinan, dan sebaik-baik nikmat yang diberikan ALLAH adalah kesehatan.”
Salam Luar Biasa Prima!
Wuryanano
Twitter: @Wuryanano
Owner SWASTIKA PRIMA Entrepreneur College