Profil Gunung Semeru
Gunung Semeru merupakan gunung tertinggi di Pulau Jawa dengan Puncak Mahameru, yang berada di ketinggian 3.676 mdpl. Gunung Semeru juga gunung berapi tertinggi di Indonesia setelah Gunung Kerinci di Jambi dan Gunung Rinjani di Nusa Tenggara Barat.
Kawah di puncak Gunung Semeru dikenal dengan nama Kawah Jonggring Saloka. Secara administratif, gunung berapi ini terletak di dua kabupaten di Jawa Timur, yaitu Malang dan Lumajang, serta termasuk dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Pada tahun 1913 dan 1946, Kawah Jonggring Saloka memiliki kubah dengan ketinggian 3.744,8 m hingga akhir November 1973. Di sebelah selatan kubah ini mendobrak sisi kawah, menyebabkan aliran lava mengarah ke selatan meliputi Pronojiwo dan Candipuro di Lumajang. Suhu di puncak Mahameru mencapai 4 – 10 derajat Celcius.
Dari catatan yang ada, Gunung Semeru meletus pertama kali pada 8 November 1818. Letusan besar berikutnya pada 29-30 Agustus 1909, yang dikenal dengan Bencana Lumajang.
Pada tahun 1981, juga terjadi letusan besar, yang menewaskan ratusan penduduk di sekitarnya. Hingga pada tahun 1990, terjadi guguran kubah lava yang menghasilkan awan panas dan kawah Jonggring Seloka terbuka hingga saat ini.
Mitos Gunung Semeru
Dalam Kitab Tantu Panggelaran, terdapat mitos bahwa Gunung Semeru adalah bagian dari salah satu gunung di India, yaitu Gunung Meru. Menurut legenda, posisi bumi dulu itu miring. Oleh karena itu, para dewa memutuskan untuk memindahkan Gunung Meru di India ke Pulau Jawa sebagai paku bumi.
Untuk melakukan tugasnya, Dewa Wisnu menjelma menjadi kura-kura raksasa, Dewa Brahma menjelma menjadi ular panjang. Gunung Meru diletakkan di atas punggung kura-kura tersebut dan ular panjang bertugas melilit gunung agar tidak jatuh selama di perjalanan.
Kemudian Gunung Meru pertama kali diletakkan di barat pulau Jawa, namun bagian timur menjadi terangkat. Akhirnya para dewa memindahkan Gunung Meru ke timur. Saat membawa ke timur, bagian Gunung Meru tercecer sehingga membentuk barisan gunung dari barat ke timur.
Meski begitu, pulau Jawa tetap miring. Sehingga para dewa memotong bagian gunung dan meletakkan di bagian barat daya. Potongan Gunung Meru ini membentuk Gunung Penanggungan, dan Bagian Utama Gunung, kini dikenal sebagai Gunung Semeru. Gunung Semeru ini konon menjadi persemayaman Dewa Shiwa. Dewa Shiwa memberikan nama pulau Jawa karena dulunya pulau ini banyak ditumbuhi tanaman Jawawut. Untuk memperindah tempat bersemayamnya, Dewa Shiwa membuat danau untuk pemandian, yang sekarang terkenal dengan Ranu Kumbolo.
Ranu Kumbolo
Misteri Gunung Semeru lainnya adalah kisah penghuni Ranu Kumbolo. Ranu Kumbolo adalah sebuah danau yang terletak di dalam Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, berada di ketinggian 2.389 mdpl.
Masyarakat sekitar percaya keberadaan Dewi berpakaian kebaya kuning di Ranu Kumbolo. Para pendaki dan masyarakat sekitar dilarang mandi, mencuci, bahkan mendirikan tenda dengan jarak minimal paling dekat adalah 10 meter dari bibir danau.
Ada juga larangan memancing atau menangkap ikan apa pun di danau tersebut. Karena konon, Dewi itu suka menjelma menjadi ikan emas besar, yang bertugas menjaga wilayah tersebut.
Pusat pemerintahan dulu juga terdapat di kaki Gunung Semeru, bernama Giling Wesi. Gunung Semeru juga disebutkan dalam Prasasti di Lumajang. Menurut umat Hindu di Jawa, pemindahan Gunung Meru merupakan pemindahan kahyangan para dewa dan nilai-nilai luhur. Sebelumnya pun, dulu area Gunung Semeru sudah disemayami para dewa. Puncak Gunung Semeru dipercaya sebagai tempat bersemayam para Dewa, dan menjadi penghubung antara Bumi dan Kahyangan.
Paku Bumi Pulau Jawa
Mitos Gunung Semeru ini menceritakan tentang Pulau Jawa dulu itu tidak stabil, selalu bergetar, dan bergoyang. Pulau Jawa masih terombang-ambing di lautan luas. Oleh karena itu, para dewa berusaha mencari cara untuk membuatnya stabil dan layak huni, karena semakin banyak manusia tinggal di pulau itu.
Bhatara Guru, dewa tertinggi, bermeditasi untuk memecahkan masalah. Akhirnya diketahui bahwa pulau itu membutuhkan semacam “Paku” untuk mempertahankan kestabilannya. Ia menyuruh para dewa lain untuk pergi ke India (disebut “Jambudwipa” dalam bahasa Sansekerta kuno), dan mengambil puncak Gunung Mandara. Mereka juga menyebutnya Mahameru, yang berubah menjadi tiang raksasa, yang akan menjaga Pulau Jawa tetap stabil di tempatnya.
Karena para dewa merasa bahwa tugasnya terlalu berat, mereka memutuskan bekerja sama untuk membawa pulang kedua bagian gunung tersebut. Bhatara Brahma, berubah menjadi kura-kura raksasa. Bhatara Brahma meminta dewa-dewa lain untuk memuatkan Mahameru ke punggungnya.
Dewa lainnya, Bhatara Wisnu, mengubah dirinya menjadi ular raksasa dan mengikat Mahameru dengan tubuhnya, mengamankannya di punggung Batara Brahma. Namun, selama perjalanan pulang, para dewa mulai merasa lelah, karena Mahameru begitu masif. Beratnya puncak gunung dan upaya untuk membawanya membuat mereka sangat lelah dan haus.
Para dewa kemudian melihat air menetes dari puncak gunung, dan karena airnya tampak begitu segar dan mengundang para dewa yang lelah memutuskan untuk meminumnya. Namun, air tersebut ternyata beracun, dan mereka mati seketika setelah meminum air tersebut. Bhatara Guru mengetahui apa yang terjadi, dan mengubah air beracun menjadi air kehidupan, juga disebut Tirta Kamandalu, dan menghidupkan kembali para dewa dengan Tirta Kamandalu ini.
Begitu sampai di Jawa, para dewa berusaha menempatkan Mahameru di beberapa titik. Puncak gunung ini menghasilkan batu-batu kecil, dan jatuh kemudian berubah menjadi gunung baru. Mereka kemudian menempatkan puncak gunung di sisi timur Jawa, dan pulau itu akhirnya menjadi stabil.
Salam Rahayu…
Salam Luar Biasa Prima!
Wuryanano
Twitter: @Wuryanano
Owner SWASTIKA PRIMA Entrepreneur College
cerita menarik
Kisah legwnda