Lokasi Gunung Bromo
Gunung Bromo merupakan gunung yang sangat indah dan diakui oleh masyarakat dunia. Gunung Bromo termasuk dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, yang terletak di dalam empat wilayah kabupaten yakni Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Lumajang, dan Kabupaten Malang dengan ketinggian 2.329 meter di atas permukaan laut.
Gunung Bromo merupakan salah satu objek wisata di Jawa Timur, yang menjadi primadona dan magnet kuat untuk menarik kunjungan wisatawan. Gunung Bromo terkenal dengan Matahari terbitnya yang menakjubkan dan padang pasirnya yang eksotis. Dan ada sebuah kisah satu keluarga pernah terukir di sana, yang diyakini sampai sekarang oleh penduduk asli Gunung Bromo.
Kisah Rara Anteng dan Jaka Seger
Rara Anteng adalah anak dari Raja Majapahit, yang meninggalkan negerinya karena kalah berperang melawan putranya sendiri, dan membuat sebuah dusun di lereng Gunung Bromo bersama beberapa orang pengikutnya. Rara Anteng tumbuh menjadi gadis yang cantik rupawan. Kecantikan Rara Anteng ini sudah tersebar hingga ke mana-mana. Sedangkan Jaka Seger adalah anak laki-laki dari pasangan pendeta Brahmana, yang tinggal di lereng Gunung Bromo. Kelak, Rara Anteng menjatuhkan hatinya hanya untuk Jaka Seger.
Pada suatu hari, kabar tentang kecantikan Rara Anteng didengar oleh raksasa yang tinggal di hutan lereng Gunung Bromo. Raksasa yang menyerupai badak itu bernama Kyai Bima. Begitu mendengar kabar tersebut, Kyai Bima pun segera datang meminang Rara Anteng.
Jika keinginannya tidak dituruti, maka ia akan membinasakan dusun itu dan seluruh isinya. Hal itulah yang membuat Rara Anteng dan keluarganya kebingungan untuk menolak pinangannya.
Setelah berpikir keras, akhirnya Rara Anteng menemukan sebuah cara untuk menolak pinangan Kyai Bima secara halus. Dia pun mengajukan satu persyaratan, yang kemungkinan besar tidak sanggup dipenuhi oleh raksasa itu. Tantangan itu adalah membuat danau di puncak gunung Bromo dalam waktu satu malam, danau itu harus selesai sebelum ayam berkokok. Hal ini membuat Rara Anteng bernafas lega karena yakin bahwa raksana tersebut tidak bisa menyelesaikan tantangan.
Ternyata, raksasa tersebut sangat sakti, dan sangat gigih. Kyai Bima mulai mengeruk tanah dengan menggunakan batok (tempurung) kelapa yang sangat besar. Hanya beberapa kali kerukan, ia telah berhasil membuat lubang besar. Ia terus mengeruk tanah di atas gunung itu tanpa mengenal lelah. Akhirnya, danau yang dibuat oleh raksana pun hampir jadi dalam waktu semalam.
Rara Anteng pun mulai cemas, pembuatan danau itu hampir selesai, tinggal beberapa kali kerukan lagi. Mengetahui kondisi tersebut, Rara Anteng bersiasat untuk menggagalkan misi raksasa. Hal ini dilakukan dengan membakar jerami dan meminta penduduk sekitar untuk menumbuk padi, agar ayam bangun dan berkokok. Tak berapa lama kemudian, cahaya kemerah-merahan pun mulai tampak dari arah timur. Suara lesung terdengar bertalu-talu, dan kemudian disusul suara ayam jantan berkokok bersahut-sahutan.
Mengetahui tanda-tanda datangnya waktu pagi tersebut, Kyai Bima tersentak kaget dan segera menghentikan pekerjaan membuat danau yang sudah hampir selesai itu. Dengan kondisi tersebut, raksasa akhirnya gagal membuat danau dan meninggalkan tempat dengan penuh amarah dan melemparkan batok raksasanya.
Konon, tempurung kelapa raksasa itu jatuh tertelungkup, dan kemudian menjelma menjadi sebuah gunung yang dinamakan Gunung Batok. Jalan yang dilalui raksasa itu menjadi sebuah sungai, hingga kini masih terlihat di hutan pasir Gunung Batok. Sementara danau yang belum selesai dibuatnya itu menjelma menjadi sebuah kawah, dan masih dapat disaksikan di kawasan Gunung Bromo.
Asal Mula TENGGER
Rara Anteng dan Jaka Seger membangun hubungan lebih serius ke jenjang perkawinan. Rara Anteng dan Jaka Seger membuka desa baru, yang diberi nama Tengger. Nama desa itu diambil dari gabungan akhiran nama Anteng (Teng) dan Seger (Ger). Sayangnya, rumah tangga yang sudah lama ini tidak dikaruniai seorang anak pun, sehingga membuat Jaka Seger mulai putus asa dan mengucap janji atau nadzar.
Jaka Seger mengucapkan ikrar, “Jika Dewata mengaruniai kita 25 anak, aku berjanji akan mempersembahkan seorang di antara mereka untuk sesajen di kawah Gunung Bromo.”
Begitu Jaka Seger selesai mengucapkan ikrar itu, tiba-tiba api muncul dari dalam tanah di kawah Gunung Bromo, pertanda Dewata telah mendengar janji Jaka Seger. Tak berapa lama kemudian, Rara Anteng pun diketahui sedang mengandung.
Kebahagiaan Jaka Seger pun semakin sempurna ketika mengetahui istrinya melahirkan anak kembar. Setahun kemudian, Rara Anteng melahirkan lagi anak kembar. Begitulah seterusnya, setiap tahun Rara Anteng melahirkan anak kembar, ada kembar dua dan ada pula kembar tiga, hingga akhirnya anak mereka berjumlah 25 lima orang.
Jaka Seger bersama istrinya merawat dan membesarkan keduapuluh lima anaknya hingga tumbuh dewasa. Jaka Seger sangat menyayangi semua anaknya, terutama putra bungsunya yang bernama Dewa Kusuma. Karena terlena dalam kebahagiaan, ia lupa janjinya kepada Dewata. Suatu malam, Dewata pun menegurnya melalui mimpi.
Akhirnya, Jaka Seger dan Rara Anteng mengumpulkan seluruh anaknya. Jaka Seger kemudian menceritakan perihal janjinya itu kepada mereka. Wajah mereka pun serempak berubah menjadi pucat pasi. Apalagi ketika dimintai kesediaan salah seorang dari mereka untuk dijadikan persembahan.
“Dengarlah, wahai putra-putriku! Jika Ayahanda tidak menunaikan janji kepada Dewata ini, maka desa ini dan seluruh isinya akan binasa,” jelas Jaka Seger.
Dengan sigap, Dewa Kusuma langsung menanggapi penjelasan ayahandanya.
“Ampun, Ayah! Jika itu memang sudah menjadi janji Ayah, Ananda bersedia untuk dijadikan persembahan kepada Dewata di kawah Gunung Bromo,” kata Dewa Kusuma.
Jaka Seger tersentak kaget. Ia tidak pernah mengira sebelumnya, jika putra bungsunyalah yang mempunyai keberanian dan kerelaan untuk dijadikan persembahan.
Dewa Kusuma mempunyai satu permintaan sebagai syarat sebelum dia dijadikan persembahan. Dewa Kusuma pun menyampaikan permintaannya kepada Ayah, Ibu, dan saudara-saudaranya, agar dirinya diceburkan ke dalam kawah itu pada tanggal 14 bulan Kasada (penanggalan Jawa). Ia juga meminta agar setiap tahun pada bulan dan tanggal tersebut, diberikan sesajen berupa hasil bumi dan ternak yang dihasilkan oleh ke-24 saudaranya. Permintaan Dewa Kusuma pun diterima oleh seluruh anggota keluarganya.
Pada tanggal 14 bulan Kasada, Dewa Kusuma pun menceburkan diri ke kawah Gunung Bromo dengan diiringi isak tangis oleh seluruh keluarganya. Janji Jaka Seger pun terlaksana sehingga dusun itu, yang kini dikenal Desa Tengger terhindar dari bencana.
Upacara Yadnya Kasada
Yadnya Kasada adalah ritual kurban ke kawah Gunung Bromo. Aneka persembahan atau sesaji, mulai dari makanan, hasil pertanian hingga ternak seperti ayam dan kambing, dilemparkan ke dalam kawah sebagai persembahan kepada Dewa Brahma.
Bagi penduduk sekitar, Bromo dianggap sebagai gunung suci. Setahun sekali masyarakat Tengger mengadakan upacara, yang dikenal dengan Upacara Yadnya Kasada, dan dilaksanakan pada tanggal 14 bulan Kasada dalam penanggalan Jawa. Dalam upacara tersebut diadakan pemberkatan umat Hindu, dan melarung sesaji di kawah Gunung Bromo.
Upacara tersebut untuk mengenang dan menghormati pesan Dewa Kusuma, sehingga masyarakat Suku Tengger melaksanakan upacara persembahan sesaji ke kawah Gunung Bromo. Upacara yang juga merupakan daya tarik wisata ini dilaksanakan pada tengah malam hingga dini hari di setiap bulan purnama, yaitu sekitar tanggal 14 – 15 di bulan Kasada menurut penanggalan Jawa.
Salam Rahayu…
Salam Luar Biasa Prima!
Wuryanano
Twitter: @Wuryanano
Owner SWASTIKA PRIMA Entrepreneur College