Design Thinking adalah konsep yang sempat disinggung oleh John E. Arnold dalam Creative Engineering (1959) dan L. Bruce Archer dalam Systematic Method for Designers (1965).
Namun, Herbert A. Simon yang merupakan ilmuwan kognitif dan penerima Penghargaan Nobel, adalah orang pertama yang mengonsepkan design thinking sebagai sebuah “cara berpikir” dan sebagai sebuah pendekatan yang bisa dikembangkan.
Catatan sejarah ini terpublikasi pada 1969 dalam bukunya The Sciences of the Artificial. Sejak saat itu, Simon aktif menyumbangkan pemikiran tentang topik terkait sepanjang tahun 1970-an.
Simon lah yang melihat hubungan tak terpisahkan antara kombinasi sumber daya manusia dengan kebutuhan teknologi serta strategi bisnis. Tak heran kalau kemudian berbagai hal yang telah ia tuangkan lalu dipakai sebagai prinsip design thinking hingga sekarang.
Bahkan dari buah pikirannya itulah design thinking bisa dipakai di bidang penyedia barang/jasa, arsitektur, teknik, kesehatan, dan lain sebagainya.
Manfaat Design Thinking
Ada banyak manfaat design thinking yang bisa diperoleh. Terutama untuk perusahaan teknologi yang ingin membuka peluang usaha baru, antara lain:
1. Menciptakan ide bisnis yang relevan
Manfaat design thinking yang utama adalah menciptakan ide bisnis yang relevan. Hal ini dilakukan dengan ikut memecahkan masalah yang dihadapi calon konsumen.
Dengan modal pendekatan yang berorientasi pada manusia, dapat menyingkap berbagai permasalahan yang dihadapi konsumen. Jika dilakukan secara tepat, bahkan bisa menemukan masalah yang konsumen tidak sadari. Dari sinilah solusi inovatif muncul.
Karena solusi yang relevan, besar kemungkinan bisnis diminati konsumen. Akan mudah juga untuk menggaet mereka menggunakan produk.
2. Mengurangi risiko gagal
Tahapan design thinking mengharuskan adanya proses testing. Hal ini dilakukan untuk memastikan produk yang dibuat benar-benar bagus dan relevan untuk konsumen.
Di saat yang bersamaan, tahapan ini juga mengurangi risiko gagal. Hal ini dilakukan dengan membuat prototipe produk sebelum memproduksinya secara masal. Dengan begitu, biaya besar akibat kesalahan produksi bisa diminimalisasi.
3. Meningkatkan loyalitas pelanggan
Kembali lagi, design thinking memastikan pendekatan bisnis yang bermuara pada pelanggan. Mereka akan lebih mudah merasa puas jika produk yang dibeli memang bisa menjadi solusi dari permasalahan yang dihadapi. Mereka merasa “didengar”.
Mengingat design thinking merupakan proses yang terus-menerus dilakukan, maka kepuasan pelanggan pastinya akan jadi hal yang utama. Jika hal tersebut bisa dijaga dengan baik, jangan heran kalau kemudian pelanggan pun akan loyal untuk jangka panjang.
4. Lebih siap menghadapi tantangan
Design thinking membekali perusahaan dengan mentalitas siap menghadapi tantangan. Perusahaan menjadi lebih responsif terhadap tren, data, dan perkembangan yang dihadapi di industrinya.
Kalau sudah begitu, apa pun yang terjadi perusahaan akan tetap berjaya. Karena, ia bisa membuat solusi dan produk baru sesuai dengan kebutuhan konsumennya. Kalau dilakukan dengan baik, perusahaan bahkan bisa menjadi pioner yang memimpin dalam industri.
5. Dapat diaplikasikan di seluruh perusahaan
Hal paling menarik dari design thinking adalah ia tidak terbatas hanya untuk industri kreatif. Konsep ini memanfaatkan pemikiran kolektif dan mendorong kolaborasi lintas tim demi kesuksesan produk di pasar. Terlebih lagi, ia dapat diterapkan di industri apa pun asalkan ada permasalahan konsumen yang ingin dipecahkan.
Contoh Design Thinking
Design thinking bukan hanya konsep, melainkan sudah diterapkan di banyak perusahaan. Berikut adalah beberapa contoh design thinking dari perusahaan.
1. GoFood
Salah satu lini layanan aplikasi GoJek ini tercatat mampu melakukan penetrasi pasar dengan waktu yang relatif cepat. Kurang dari lima tahun, masyarakat sudah sangat fasih dalam mengaksesnya.
Salah satu penyebabnya karena GoFood mampu memahami “empati” penggunanya. Misalnya, ia paham bahwa kultur makanan tiap daerah berbeda-beda. Oleh karena itu, di aplikasi pun tertampil pilihan makanan sesuai dengan selera, tren, hingga kekhasan daerah masing-masing.
Selain itu, untuk GoFood umumnya algoritma aplikasi sudah diperbaiki sedemikian rupa agar proses dari pemesanan hingga pengiriman dapat dilakukan seefisien mungkin. Praktik semacam ini patut diapresiasi. Apalagi, yang diantar ini adalah barang konsumsi.
2. Netflix
Contoh design thinking produk seperti Netflix membuktikkan bahwa pendatang baru bisa merajai industri layanan streaming.
Di awal pergulatannya ia memiliki pesaing utama bernama Blockbuster. Kompetitor itu beroperasi dengan mengharuskan pelanggan untuk pergi ke toko fisik demi menyewa dan mengembalikan DVD. Bayangkan, berapa banyak konsumen yang males banget buat bolak-balik begitu.
Netflix menghilangkan ketidaknyamanan itu dengan menyediakan layanan pengiriman DVD sewa langsung ke rumah pelanggan dengan model bisnis berlangganan. Tidak berhenti sampai di situ, mereka berani mencoba medium baru bernama streaming dengan target jangka panjang.
Benarlah. Beberapa tahun setelah masa kejayaan tontonan berbentuk piringan, kemajuan teknologi semakin pesat dan berjasa membuat tontonan streaming sangat mudah diakses. Orang tak perlu lagi menunggu paket datang. Netflix pun memetik buahnya. Ia menjadi pemain utama, top of mind.
3. Oral B
Ketika Oral B ingin merambah bisnis sikat gigi elektrik, ia meminta bantuan desainer Kim Colin dan Sam Hecht.
Perusahaan meminta penambahan fungsi bagi pengguna sikat gigi elektrik. Misalnya: melacak frekuensi menyikat gigi, mengamati sensitivitas gusi, sampai bisa memutar musik.
Namun, saat melakukan proses design thinking, Colin dan Hecht mendapati bahwa menyikat gigi adalah aktivitas “sakral” bagi banyak orang. Pengguna tidak menginginkan fungsionalitas tambahan. Justru penambahan fitur bisa bikin stres.
Kabar baiknya, mereka menemukan dua rekomendasi yang bisa diterapkan dan punya dampak positif: kemudahan dalam mengisi ulang baterainya sekaligus kemudahan dalam mengganti kepala sikat gigi.
Brilian bukan? Berkat, design thinking rekomendasi yang diberikan memang langsung menyasar ke harapan konsumen, bukan sekadar gimmick.
Maka tak heran, perusahaan sekelas Netflix, OralB, bahkan GoJek pun menggunakannya untuk mencari solusi bisnis yang lebih efektif dan kompetitif.
Design thinking adalah proses kreatif dalam bisnis yang bisa merekatkan relasi antara perusahaan melalui produk-produknya dengan konsumen. Ia membantu untuk menemukan solusi inovatif yang menyelesaikan masalah pengguna.
Pengaplikasian design thinking yang matang tidak hanya akan menguntungkan konsumen, tetapi juga menghindarkan perusahaan dari potensi kerugian. Entah rugi waktu dan tenaga karena merilis produk di waktu yang salah, maupun rugi biaya karena ternyata produknya ditolak pasaran.
Salam Luar Biasa Prima!
Wuryanano