Seorang lelaki tua, berpakaian lusuh, memasuki sebuah toko untuk membeli selimut. Dia membutuhkan 5 buah selimut untuk keluarganya di musim hujan & cuaca dingin. Tapi uang yang ia miliki hanya Rp.100 ribu. Dia sudah berkeliling di pasar, tapi tidak ada toko yang menjual harga Rp.100 ribu untuk 5 selimut.
Dengan rasa putus asa dia memasuki toko terakhir yang paling megah di pasar tersebut. Dengan suara ragu lelaki tua bertanya:
“Saya membutuhkan 5 selimut, tapi saya hanya punya uang Rp.100 ribu. Apakah bapak menjualnya?”
Pemilik toko berkata: “Oh ada pak, saya punya selimut bagus buatan Turki, harganya juga murah, hanya Rp.25 ribu per buah. Kalau bapak beli 4 buah akan mendapat bonus 1 buah.”
Rasa Lega… Terpancar di wajah lelaki tua itu. Segera ia mengulurkan lembaran uang Rp.100 ribu miliknya. Dengan wajah berseri sambil membawa selimut dia berlalu pergi.
Anak si pedagang yang sedari tadi duduk memperhatikan ini berkata: “Ayah… bukankah kemarin Ayah mengatakan selimut itu jenis selimut termahal di toko ini, kalau tidak salah kemarin Ayah mengatakannya seharga Rp.250 ribu per helainya. Kok bisa Ayah menjualnya dengan harga segitu?”
Si Ayah tersenyum dan menjawab: “Benar sekali, kemarin kita menjualnya Rp.250 ribu kepada pembeli yang lain tidak kurang sedikit pun. Kemarin kita berdagang dengan manusia.”
“Hari ini kita berdagang dengan Tuhan.”
“Ayah ingin keluarga lelaki tua tadi dapat terhindar dari dingin di musim hujan ini. Ayah berharap Tuhan menyelamatkan keluarga kita dari panasnya api neraka di akhirat nanti.”
“Sesungguhnya… Jika tidak karena menjaga harga diri lelaki tua tadi, Ayah tidak ingin menerima uang sedikit pun darinya. Namun Ayah tidak ingin dia merasa menerima sedekah, sehingga merasa malu di hadapan kita.”
Si Anak tersenyum mengambil hikmah berharga yang diperoleh hari ini dari Ayahnya.
Sampai di rumah, lelaki tua tadi disambut istrinya dengan gembira, kemudian membuka bungkusan selimut, dan terkejut. “Darimana ayah dapat uang beli selimut mahal ini?”
“Dari uang yang ibu beri tadi” jawabnya sambil merebahkan diri di lantai, kelelahan.
“Tidak mungkin dengan Rp.100 ribu, dapatkan selimut ini. Jangankan 5, satu buah saja tidak akan dapat.”
Percakapan ini didengar sang anak, dan menghampiri. Kemudian dia memeriksa selimut tsb. “Ini harganya Rp.250 ribu, ayah..!”
Lelaki tua itu langsung bangkit melihat label harga yang ditunjukkan oleh anaknya.
“Sepertinya si pemilik toko salah, tadi dia bilang harganya Rp.25 ribu per helai. Karena ayah beli 4, maka dapat bonus 1,” cerita si lelaki tua.
Semua terpaku diam…
“Besok ayah antarkan lagi ke toko itu, jangan dipakai dulu ya,” sang ibu memecah kesunyian.
“Ayah kelihatan capek, aku saja yang antarkan sekarang. Di toko mana ayah beli selimut ini?” sahut anaknya.
“Kenapa harus sekarang nak? Tadi ibu lihat kamu lagi menjahit pesanan untuk besok,” tanya ibunya.
“Ibu, kasihan si pedagang itu bu, kalau nanti dia jual lagi ke orang lain dengan harga segitu. Soal jahitan itu, bisa saya selesaikan nanti malam,” jawab si anak.
Sang ayah tersenyum bahagia dan bangga, kemudian menjelaskan toko tempat dia membeli selimut.
Sang anak mengayuh sepeda menuju pasar.
“Silahkan masuk nona,” sapa ramah seorang pemuda saat melihat gadis muda celingak-celinguk di depan tokonya.
“Maaf Kak, tadi apakah Kakak menjual selimut ini kepada seorang tua? Saya anaknya mau mengembalikan selimut ini,” tanyanya.
Dari bungkusannya si pemuda sudah tahu bahwa itu memang selimut yang dijual ayahnya tadi.
“Maaf nona, apakah ada barang yang rusak? Saya akan ganti dengan yang lain.”
“Oh, tidak, saya mau kembalikan bukan karena rusak, tapi Kakak salah lihat harga, di label ini tertulis Rp.250 ribu, bukan Rp.25 ribu.”
Si pemuda berpikir sejenak, sambil pura-pura memeriksa selimut tsb.
“Terimakasih… nona telah menyelamatkan saya dari kerugian besar. Coba bayangkan jika semua itu (sambil menunjuk tumpukan selimut) saya jual Rp.25 ribu, berapa besar kerugian saya. Untuk itu saya hadiahkan selimut ini untuk ayah nona.”
“Benar yang dibilang anak saya, harap diterima kembali uang ini.” Sang ayah yang dari tadi hanya menonton, menimpali sambil menyodorkan uang Rp.100 ribu ke anak tsb.
“Tapi Pak…” anak perempuan itu ragu…
“Jangan menolak nona, ini sekedar ucapan terima kasih bahwa nona telah menyelamatkan kami dari kerugian jauh lebih besar dari ini. Bawalah selimut tsb pulang, dan tolong kembalikan uang ini kepada ayahmu.”
Sahabat…
Sungguh untuk memuliakan ALLAH, kita membutuhkan akhlaq yang tinggi untuk dapat memahami manusia lain yang perlu kita bantu. Hidup ini bukanlah sekedar mengumpulkan harta benda duniawi semata.
Memuliakan ALLAH itu sesungguhnya memuliakan diri kita sendiri. Semoga ALLAH senantiasa membimbing kita menuju akhlaq mulia. Aamiin.
Salam Luar Biasa Prima!
Wuryanano
Twitter: @Wuryanano
Owner SWASTIKA PRIMA Entrepreneur College