Golek Banyu Bening
Artinya: Belajar pada Guru yang benar.
Sejarah perjalanan manusia tidak lepas dari guru dan belajar, “Tiada kehidupan tanpa disentuh oleh guru dan Tiada kehidupan tanpa belajar.”
Kenapa? Setiap jengkal kehidupan kita adalah belajar untuk mengerti dan lebih mengerti, baik itu lewat bimbingan maupun pengalaman.
Berguru itu banyak, bisa kemana-mana, sejarahnya setiap manusia itu berguru, dimulai dari berguru pada guru mati, yang artinya belajar dari prasasti, buku, kitab, litelatur, bahkan seni, yang sifatnya komunikasi satu arah.
Lalu berguru kepada guru hidup, seperti berguru kepada, orang tua, sekolah, pemuka agama, yang sifatnya 2 arah komunikasinya.
“Guru-guru” inilah yang membuat kita dibimbing dalam hal yang benar. Permasalahannya muncul ketika kita bertanya, apa itu yang bisa disebut benar?
Seorang bijak menjelaskan:
“Ngupadi ilmu mangkono kudu ateken tekun atemah tekan kanthi syarat 3 perkara”, yaiku :
(“Menuntut ilmu harus berpedoman kepada ketekunan sehingga sampai ke tujuan dengan syarat 3 perkara”), yaitu :
1. Ilmu kang bener. Bener kanggo pribadine dewe… bener tumraping sesami gesang lan bener tumraping Pengeran.
(1. Ilmu yang benar.. benar bagi pribadi kita sendiri benar bagi sesama hidup dan benar bagi Tuhan.)
2. Ilmu kang tanpa sirikan.
(2. Ilmu yang tanpa pantangan.)
3. Ilmu kang asipat langgeng.
(3. Ilmu yang bersifat langgeng – Abadi.)
Walau mungkin bersifat abstrak atau pun butuh penjelasan lebih detail, tapi minimal ilmu ini mengindikasikan Benar, bahwa ilmu itu bersifat mencakupi dan menaungi tanpa syarat.
Dalam kehidupan ini ibarat kita sedang naik perahu dengan dayung di tangan, dan berada di sungai dengan arus. Perahu kita menantang arus, saat mendayung adalah belajar. Kalau kita belajar maka kita sedang mendayung maju, tapi kalau kita berhenti belajar, maka kita berhenti mendayung, dan bisa dipastikan kita akan terseret dibawa arus sungai.
– Dalam kehidupan berumah tangga, “Golek Banyu Bening”, sama-sama harus selalu tidak pernah puas untuk saling belajar dan saling mengajar (menjadi guru), saling mengisi, sehingga tercipta rumah tangga kokoh dan penuh kebahagiaan, akhirnya membawa kita menjadi pribadi yang senantiasa membangun keluarga secara utuh atau tunggal.
– Dalam hubungan Orang Tua dan Anak (Guru dan Murid). “Hai murid, taati ajaran guru, tapi jangan ikuti teladannya yang bertentangan dengan ajarannya.” Nasehat ini jelas, agar anak atau murid, senantiasa memetik setiap pengertian benar untuk pribadinya bukan untuk memuaskan orang lain, orang tua, maupun gurunya.
– Dalam hubungan keluarga dengan keluarga lain (bermasyarakat), saling belajar atau memerankan diri menjadi guru, agar hal-hal benar yang bentuknya seperti gotong royong, haruslah menjadi perhatian utama dalam interaksi bermasyarakat.
Jika kita bisa mempertahankan kondisi dan sikap demikian, maka dalam kehidupan ini, kita akan semakin berbudi pekerti luhur.
Rahayu…
Salam Luar Biasa Prima!
Wuryanano
Twitter: @Wuryanano
Owner SWASTIKA PRIMA Entrepreneur College