1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (291 votes, average: 5.00 out of 5)

Loading...
Published on: November 10, 2013 - 8:00 AM

Belajar Sastra Jendra HAYUNINGRAT

Wejangan dari Sesepuh dan Guru Besar SASTRA JENDRA HAYUNINGRAT PANGRUWATING DIYU, KPH Darudriyo Sumodiningrat, SE, yang lebih akrab dipanggil Romo Ndaru.

Sastra Jendra adalah sastra / ilmu yang bersifat rahasia / ghaib. Rahasia, karena pada mulanya diwedarkan hanya kepada orang-orang terpilih dan kalangan terbatas secara lisan. Ghaib, karena ilmu ini diajarkan oleh Guru Sejati lewat Rasa Sejati.

Hayuningrat berasal dari kata hayu/rahayu – selamat dan ing rat yang berarti di dunia.  Pangruwating Diyu, artinya meruwat, meluluhkan, mengubah, memperbaiki sifat-sifat diyu, raksasa, angkara murka, durjana.

Maka Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu adalah ilmu rahasia keselamatan untuk meruwat sifat-sifat angkara di dunia ini, dunia mikro dan makro.

Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu merupakan Ilmu yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dapat menyelamatkan segala sesuatu.

Maka, tiada kawruh / pengetahuan lain lagi yang dapat digapai oleh manusia, yang lebih dalam dan lebih luas melebihi Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu. Ini karena Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu merupakan sastra adi luhung atau ilmu luhur, adalah ujung akhir dari segala pengetahuan/kawruh kasampurnan sampai saat ini.

Makna/Kawruh Yang Terkandung Dalam Sandi Sastra

Ha – Huripku Cahyaning Gusti Allah

Na – Nur Hurip cahya wewayangan

Ca – Cipta rasa karsa kwasa

Ra – Rasa kwasa tetunggaling pangreh

Ka – Karsa kwasa kang tanpa karsa lan niat

Da – Dumadi kang kinarti

Ta – Tetep jumeneng ing dat kang tanpa niat

Sa – Sipat hana kang tanpa wiwit

Wa – Wujud hana tan kena kinira

La – Lali eling wewatesane

Pa – Papan kang tanpa kiblat

Dha – Dhuwur wekasane endhek wiwitane

Ja – Jumbuhing kawula lan Gusti

Ya – Yen rumangsa tanpa karsa

Nya – Nyata tanpa mata ngerti tanpa diwuruki

Ma – Mati bisa bali

Ga – Guru Sejati kang muruki

Ba – Bayu Sejati kang andalani

Tha – Thukul saka niat

Nga – Ngracut busananing manungsa

Kalau diurut dari atas ke bawah, dari Ha sampai Nga, mengandung makna sangat dalam dan sangat luas tentang rahasia gumelaring dumadi, atau pambabaring titah, atau rahasia jati diri, asal-usul/ terjadinya manusia.  Yaitu terciptanya manusia dari Nur, Cahaya Allah yang bersifat tiga, Tri Tunggal Maha Suci, yang merasuk busana anasir-anasir sebagai wadah, yaitu badan jasmani halus dan badan jasmani kasar.

Apabila diurut terbalik, dari Nga naik sampai Ha, maka inilah “rahasia” jalan rahayu, pangruwating diyu, untuk menuju kesempurnaan hidup kembali kepada Sangkan Paraning Dumadi. Kembali ke asal mula, ke Alam Sejati mencapai persatuan dengan Allah Yang Maha Agung.

Jadi, dari Nga sampai Ha, juga merupakan urut-urutan panembah, dimulai dari badan jasmani kasar, dimana titik berat kesadaran kemudian harus dialihkan satu tahap demi tahap ke arah asal-mula, ke Alam Sejati.  Syarat mutlak agar kita dapat menyadari / memahami sesuatu hal, adalah membawa kesadaran kita bergerak masuk berada di situ.  Fokus / titik berat kesadaran dapat berpindah.

Di keseharian hidup, kesadaran kita banyak terfokus di alam badan kasar, alam anasir, di luar Alam Sejati. Maka, satu-persatu tahap dari Nga, Tha, Ba dan seterusnya haruslah dilewati untuk memindahkan tingkat kesadaran dari alam kasar / fana / maya menuju Alam Sejati.

Sastra Jendra Hayuningrat

Wejangan Romo Ndaru, Sesepuh dan Guru Besar Sastra Jendra Hayuningrat

Sedangkan Tahapan Pertama yang harus dilalui yaitu Nga, sedemikian rumit dan sulitnya, maka dapat dibayangkan tidak begitu mudah untuk dapat memindahkan titik berat / fokus kesadaran ke Alam Sejati. Namun itulah intinya perjalanan spiritual yang harus kita tempuh.

Ha Na Ca Ra Ka Da Ta Sa Wa La Pa Dha Ja Ya Nya Ma Ga Ba Tha Nga dapat diuraikan secara garis besar saja. (garis besar saja, karena detailnya begitu luas/multi dimensi tak terkira penuh dengan kawruh kasunyatan sejati yang tak habis diuraikan dalam bahasa kewadagan apalagi tulisan).

Di bawah ini adalah garis besar uraian dari sisi spiritualnya, guna dipakai sebagai “mile stones” dalam menempuh jalan rahayu untuk dapat kembali ke SANGKAN PARANING DUMADI.

1. Ha – Huripku Cahyaning Allah (Hidupku adalah Cahaya Allah).

Sebelum ada apa-apa, sebelum alam semesta beserta isinya ini tercipta, adalah Sang Maha Hidup ya Allah ya Ingsun yang ada di alam awang-uwung, yang tiada awal dan akhir, yaitu alam/kahanan Allah yang masih rahasia / Alam Sejati.  Itulah Kerajaan Allah ya Ingsun. Sebelum alam semesta tercipta, Allah berkehendak menurunkan Roh Suci, ya Cahaya Allah.  Ya Cahaya Allah itulah Hidupku, Hidup kita yang Maha Suci.

Alam Sejati adalah alam yang tidak mengandung anasir-anasir (unsur-unsur hawa, api, air dan bumi/tanah) yang berada di dalam badan manusia, dimana Cahaya Allah bersemayam.  Alam Sejati diselubungi / menyelubungi dua alam beranasir yaitu halus dan kasar. Dapat pula diartikan, badan manusia berada di dalam Alam Sejati.

2. Na – Nur Hurip Cahya wewayangan (Nur Hidup Cahya yang membayang).

Hidup merupakan kandang Nur yang memancarkan Cahaya Kehidupan, merupakan rahasia Allah. Kehidupan yang Maha Mulia.  Tri Tunggal Maha Suci berada di pusat Hidup. Ya itulah Kerajaan Allah.

Sang Tri Tunggal adalah Allah Ta’ala / Gusti Allah / Pengeran / Suksma Kawekas, Guru Sejati / Suksma Sejati, Roh Suci / Nur Pepanjer / Nur Muhammad. Diuraikan di atas, bahwa ketiga alam yaitu Badan Kasar, Badan Halus dan Alam Sejati, mengambil ruang di dalam badan jasmani kasar secara bersamaan.  Namun kebanyakan kita manusia tidak atau belum menyadari akan Alam Sejati, atau samar-samar. Nur Hidup bagaikan cahaya yang samar membayang.

3. Ca – Cipta rasa karsa kwasa (Cipta rasa karsa kuasa).

Nur Hidup memberi daya kepada Rasa / Rahsa Jati / Sir, artinya Cahaya / Nur / Roh Suci menghidupkan Rasa / Rahsa Jati / Sir, yang merupakan sumber kuasa. Maka bersifat Maha Wisesa. Rasa / Rahsa Jati / Sir menghidupkan roh / suksma yang mewujudkan adanya cipta. Maka bersifat Maha Kuasa.

4. Ra – Rasa kwasa tetunggaling pangreh (Rasa kuasa akan adanya satu-satunya wujud kendali / yang memerintah).

Rasa Sejati yang memberi daya hidup roh / suksma sehingga roh / suksma dapat menguasai nafsu (sedulur lima), sehingga terjadilah sifat Maha Tinggi.

5. Ka – Karsa kwasa kang tanpa karsa lan niat (Karsa kuasa tanpa didasari oleh kehendak dan niat).

Yang mendasari adanya kuasa agung adalah kasih yang tulus, tanpa kehendak, tanpa niat.  Pamrihnya hanyalah terciptanya kasih yang berkuasa memayu hayuning jagad kecil dan jagad agung.

6. Da – Dumadi kang kinarti (Tumitah / menjadi ada / terjadi dengan membawa maksud, rencana dan makna).

Ini berkaitan dengan Karsa Allah menciptakan manusia, makhluk lain dan alam semesta beserta isinya yang sesuai dengan Rencana Allah.

7. Ta – Tetep jumeneng ing dat kang tanpa niat (Tetap berada dalam zat yang tanpa niat).

Dat atau Dzat tanpa bertempat tinggal, yang merupakan awal mula adalah dat Yang Maha Suci yang bersifat esa, langgeng dan eneng.  Hidup sejati kita menyatu dengan dat, ada di dalam dat.  Maka di dalam kehidupan saat ini agar selalu eksis selaras dengan dat Yang Maha Suci, situasi tanpa niat atau mati sajroning urip (mati di dalam hidup) dengan kata lain hidup di dalam kematian, seyogyanya selalu diupayakan.

8. Sa – Sipat hana kang tanpa wiwit (Sifat ada tanpa awal).

Ini adalah sifat Sang Maha Hidup, Allah, di Alam Sejati, tiada awal dan tiada akhir, “AKUlah alpha dan omega”.  Demikian pula “hidup” sejati manusia sudah ada sebelumnya, tiada awal mula, bersatu di Alam Sejati yang langgeng, yang merupakan Kerajaan Allah, ya Sangkan Paraning Dumadi.

9. Wa – Wujud hana tan kena kinira (Wujud ada tiada dapat diuraikan/dijelaskan).

Adanya wujud namun tiada dapat diuraikan dan dijelaskan. Ini adalah menerangkan keadaan Allah, yang sangat serba samar, tiada rupa, tiada bersuara, bukan lelaki bukan perempuan bukan waria, tiada terlihat, tiada bertempat, dijamah disentuh tiada dapat.  Sebelum adanya dunia dan akhirat, yang ada adalah Hidup Kita.

10. La – Lali eling wewatesane (Lupa dan Ingat adalah batasannya).

Untuk dapat selalu berada di dalam jalan hayu/rahayu maka haruslah selalu eling/ingat akan sangkan paraning dumadi dan eling/ingat akan Yang Menitahkan / Sumber Hidup.  Selalu ingat akan tata laku setiap tindak tanduk yang dijalankannya agar selaras dengan Karsa Allah. Lali/lupa akan menjauhkan dari sangkan paraning dumadi dan menjerumuskan ke alam kegelapan.

Contoh lupa adalah bagaikan Begawan Wisrawa dalam menguraikan Sastra Jendra Hayuningrat kepada Dewi Sukesi.  Tak tahan akan goda / tak kuasa ngracut, mengendalikan nafsu-nafsu keempat saudara, maka sang Begawan kesengsem birahi kepada Dewi Sukesi yang harusnya menjadi menantunya.

11. Pa – Papan kang tanpa kiblat (Papan tak berkiblat).

Ini adalah menerangkan Alam Sejati, ya Kerajaan Allah yang tiada dapat diterangkan bagaimana dan dimana orientasinya, bagaikan papan yang tiada utara-selatan-barat-timur-atas-bawah.

12. Dha – Dhuwur wekasane endhek wiwitane (Tinggi/luhur pada akhirnya, rendah pada awalnya).

Untuk memperoleh tingkatan luhuring batin menjadi insan sempurna memang tidak dapat seketika, mesti diperoleh setapak-setapak dari bawah. Demikian pula dalam hal ilmu kasampurnan, dalam mencapai tataran ma’rifat tidaklah dapat langsung meloncat.

Untuk bisa mengetahui dan memahami makna Ha, maka haruslah dicapai dari Nga.  Sebelum mencapai sembah rasa, haruslah dilalui sembah raga dan sembah kalbu / sembah jiwa terlebih dahulu. Pertama, adalah panembah raga / kawula terhadap Roh Suci. Kedua, adalah panembah Roh Suci kepada Guru Sejati, dan Terakhir adalah panembah Guru Sejati / Ingsun kepada Allah Yang Maha Agung ya Suksma Kawekas.

13. Ja – Jumbuhing kawula lan Gusti (Bersatunya antara hamba dan Tuhan nya).

Bersatunya titah dan Yang Menitahkannya. Untuk mencapainya, maka kesempurnaan hiduplah yang diupayakan yaitu sesuai apa yang dimaksud dalam syahadat.  Maka semasa hidup di mayapada/dunia, bersatunya / sinkronisasi Roh Sejati, Ingsun yang jumeneng pribadi dan busana-busana haruslah terjaga. Bagaikan keris manjing dalam wrangkanya dan wrangka manjing di dalam keris. Untuk dapat mencapai kesatuan antara kawula dan Gusti maka tuntunan seorang guru yaitu Guru Sejati menjadi dominan. Untuk memperolehnya maka tidaklah mudah, haruslah dengan disiplin keras bagaikan kerasnya usaha seorang Bima menemukan Dewa Ruci, yaitu wujud Bima dalam ujud yang kecil (manusia telah menemukan AKU nya sendiri) dalam mencari Tirta Pawitra.

14. Ya – Yen rumangsa tanpa karsa (Kalau merasa tanpa kehendak).

Hanya dengan rila/rela, narima, sumarah/pasrah kepada Allah tanpa pamrih lain-lain, namun dorongan karena kasih sajalah yang akhirnya dapat menjadi perekat kuat antara asal dan tujuan, sini dan sana.

15. Nya –  Nyata tanpa mata ngerti tanpa diwuruki (Melihat tanpa dengan mata, mengerti tanpa diajari).

Kalau anugerah Allah telah diterima, maka dapat melihat hal-hal yang kasat mata, karena mata batin telah “terbuka”. Selain itu, kuasa-kuasa agung akan diberikan oleh Allah lewat Guru Sejatinya sendiri ya Suksma Sejatinya, sehingga keghaiban-keghaiban yang merupakan misteri kehidupan dapat dimengertinya dan diselaminya. Mendapatkan ilmu kasampurnan dari dalam sanubarinya, tanpa melalui perantaraan otak/akal.

16. Ma – Mati bisa bali (Mati bisa kembali).

Kasih sayang Allah yang luar biasa selalu memberikan ampunan kepada setiap manusia yang “mati” terjatuh dalam dosa dan salah.  Matinya raga atau badan wadag hanyalah matinya keempat anasir yang tadinya tiada, kembali ke tiada. Namun roh yang sifatnya kekal tiada pernah mati, kembali ke Alam Sejati ya Kerajaan Allah yang tiada awal dan akhir.

Namun, apabila selama hidupnya di mayapada tidak sesuai dengan Karsa Allah, melupakan Allah dan ajaran Guru Sejati, tiada dapat ngracut busana kamanungsannya untuk tindakan-tindakan budi luhur, maka tidaklah dapat langsung kembali ke Alam Sejati, namun terperosok ke alam-alam yang tingkatannya lebih rendah sesuai dengan bobot kesalahannya, atau dititahkan kembali, yang kesemuanya itu untuk dapat memperbaiki kesalahan-kesalahannya.

17. Ga – Guru Sejati kang muruki (Guru Sejati yang mengajari).

Sumber segala sesuatu adalah Allah yang dipancarkan lewat Sang Guru Sejati/Ingsun/Rasul Sejati. Maka hanya kepadaNyalah tuntunan harusnya diperoleh. Petunjuk Guru Sejati hanya dapat didengar dan diterima apabila sudah dapat berhasil meracut busana kamanungsannya. Di sinilah akan tercapai guruku ya AKU, muridKU ya aku.

18. Ba – Bayu Sejati kang andalani (Dengan bantuan Bayu Sejati).

Daya kekuatan sejati yang merupakan bayangan daya kekuatan Allah, yang mendorong “pencapaian” tingkat-tingkat yang lebih tinggi atau maksud-maksud spiritual yang berarti.

19. Tha – Thukul saka niat (Tumbuh/muncul dari niat).

Niat menuju ke arah sangkan paraning dumadi yang didasari kesucian, tanpa kehendak dan keinginan atau pun pamrih keduniawian.  Timbulnya niat suci karena dasarnya adalah cinta kasih Illahi.

20. Nga – Ngracut busananing manungsa (Merajut/menjalin pakaian-pakaian ke-manusiaan-nya).

Busana kamanungsan adalah empat anasir, yang dimanifestasikan dalam wujud-wujud sedulur papat, serta lima sedulur lainnya. Kesembilan saudara tersebut harus dikuasai, diracut / dijalin dengan memahami kelebihan dan kekurangannya, agar tercapai “iklim” harmoni / balance dalam perjalanan hidup di mayapada ini, sehingga pada akhirnya tercapailah kesempurnaan hidup.

PATRAP Samadi CIPTA RAGA

Sambil kedua telapak tangan digosok-gosokan di depan dada, ucapkan ini:

Hana bapa, hana biyung, hana krentek, hana karep, hana aku…

I. SEMBAH LUHUR

Kedua tangan diangkat ke atas ubun-ubun, digosok-gosokan, sambil ucapkan:

Dumateng Gusti ingkang Maha Agung, Maha Asuh, Maha Penyayang, Maha Kuwasa, Maha Suci…

II. SEMBAH CIPTA

Kedua telapak tangan saling menempel, di turunkan ke cipta / kening, sambil ucapkan:

Dumateng bapa biyung lan leluhur. Bapa minangka lelantaran, biyung minangka papan lan leluhur kang nurunnake…

III. SEMBAH JAYA

Kedua tangan diturunkan ke dada, sambil ucapkan:

Dumateng roh suci, sukma sejati, Guru Sejati kang lungguh ing sukma sejati…

Tarik napas lalu ditahan — dikeluarkan pelan-pelan, bersamaan menekuk jari-jari tangan, mulai dari jari kelingking sampai jempol, sehingga menggenggam.

Tarik napas lalu tahan — dikeluarkan pelan-pelan bersamaan tangan menggenggam diturunkan pelan ke bawah dan berhenti di kedua paha.

Kosentrasikan dan merasakan menelusuri seluruh anggota badan dari ujung kaki sampai ubun-ubun..

Dan ucapkan:

Aku iki urip, uripku cahyaning Gusti Allah.

Iki ragaku, iki jenengku… (Sebut nama sendiri)

  • Ha – Huripku Cahyaning Gusti Allah
  • Na – Nur Hurip cahya wewayangan
  • Ca – Cipta rasa karsa kwasa
  • Ra – Rasa kwasa tetunggaling pangreh
  • Ka – Karsa kwasa kang tanpa karsa lan niat
  • Da – Dumadi kang kinarti
  • Ta – Tetep jumeneng ing dat kang tanpa niat
  • Sa – Sipat hana kang tanpa wiwit
  • Wa – Wujud hana tan kena kinira
  • La – Lali eling wewatesane
  • Pa – Papan kang tanpa kiblat
  • Dha – Dhuwur wekasane endhek wiwitane
  • Ja – Jumbuhing kawula lan Gusti
  • Ya – Yen rumangsa tanpa karsa
  • Nya – Nyata tanpa mata ngerti tanpa diwuruki
  • Ma – Mati bisa bali
  • Ga – Guru Sejati kang muruki
  • Ba – Bayu Sejati kang andalani
  • Tha – Thukul saka niat
  • Nga – Ngracut busananing manungsa

Tarik napas tahan — keluarkan perlahan, bersamaan mengucapkan HONG…

Salam Rahayu ?

Salam Luar Biasa Prima!

Wuryanano

Twitter: @Wuryanano

Owner SWASTIKA PRIMA Entrepreneur College

1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (291 votes, average: 5.00 out of 5)

Loading...

4 thoughts on “Belajar Sastra Jendra HAYUNINGRAT”

    1. Harus ikut Wejangan dulu. Namun, saat pandemi ini, sementara waktu masih belum diadakan lagi Wejangan Sastra Jendra Hayuningrat untuk anggota baru.

Leave a Comment

Your email address will not be published.