Ada pendapat mengatakan bahwa istilah Kalimasada diciptakan oleh Sunan Kalijaga, salah seorang penyebar agama Islam di Pulau Jawa pada abad ke-16. Konon, Sunan Kalijaga menggunakan wayang kulit sebagai media dakwah agar mudah diterima oleh masyarakat Jawa, antara lain ia memasukkan istilah Kalimat Syahadat ke dalam dunia pewayangan.
Ada pendapat lain, bahwa sebelum datang agama Islam, istilah Kalimasada sudah dikenal dalam kesusastraan Jawa. Istilah Kalimasada BUKAN berasal dari kata Kalimat Syahadat, melainkan berasal dari kata KALIMAHOSADDHA.
Kata KALIMAHOSADDHA ditemukan dalam Kakawin Bharatayuddha yang ditulis pada tahun 1157 M atau abad ke-12, pada masa pemerintahan Maharaja Jayabhaya di Kerajaan Kadiri. Istilah tersebut jika dipilah menjadi Kali-Maha-Usaddha, yang bermakna “Obat Mujarab Dewi Kali”.
Salah satu kisah pewayangan Jawa menceritakan tentang asal usul terciptanya pusaka Jamus Kalimasada. Pada mulanya terdapat seorang raja bernama Prabu Kalimantara dari Kerajaan Nusahantara yang menyerang kahyangan bersama para pembantunya, yaitu Sarotama dan Ardadedali. Dengan mengendarai Garuda Banatara, Kalimantara mengobrak-abrik tempat tinggal para dewa.
Batara Guru, Raja Kahyangan meminta bantuan Bambang Sakutrem dari pertapaan Sapta Arga untuk menumpas Kalimantara. Dengan menggunakan kesaktiannya, Sakutrem berhasil membunuh semua musuh para dewa tersebut. Jasad mereka berubah menjadi pusaka. Kalimantara berubah menjadi kitab bernama Jamus Kalimasada, Sarotama dan Ardadedali masing-masing menjadi panah, sedangkan Garuda Banatara menjadi payung bernama Tunggul Naga.
Sakutrem kemudian memungut keempat pusaka tersebut dan mewariskannya secara turun-temurun, sampai kepada cicitnya yang bernama Resi Wiyasa atau Abiyasa. Ketika kelima cucu Abiyasa, yaitu para Pandawa membangun kerajaan baru bernama Amarta, pusaka-pusaka tersebut pun diwariskan kepada mereka sebagai pusaka yang dikeramatkan dalam istana.
Di antara pusaka-pusaka Kerajaan Amarta, Jamus Kalimasada menempati peringkat utama. Kisah-kisah pedalangan banyak yang bercerita tentang upaya musuh-musuh Pandawa untuk mencuri Kalimasada. Meskipun demikian pusaka keramat tersebut senantiasa kembali dapat direbut oleh Yudistira dan keempat adiknya.
Serat Kakawin Bharatayuddha mengisahkan perang besar antara keluarga Pandawa melawan Korawa. Pada hari ke-18 panglima pihak Korawa yang bernama Salya bertempur melawan Yudistira. Yudistira melemparkan kitab pusakanya, bernama Pustaka Kalimahosaddha ke arah Salya. Kitab tersebut berubah menjadi tombak yang menembus dada Salya.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa istilah Kalimahosaddha sudah dikenal masyarakat Jawa sejak beberapa abad sebelum munculnya Sunan Kalijaga. Mungkin yang terjadi adalah Sunan Kalijaga memadukan istilah Kalimahosaddha dengan Kalimat Syahadat menjadi Kalimasada sebagai sarana untuk berdakwah. Tokoh ini memang terkenal sebagai ulama sekaligus budayawan di Tanah Jawa.
Pada akhirnya, Jamus Kalimasada dikenal sebagai sebuah pusaka yang dimiliki oleh Prabu Puntadewa (alias Yudistira), pemimpin para Pandawa. Pusaka ini berwujud kitab, dan merupakan benda yang sangat dikeramatkan dalam Kerajaan Amarta.
Di era Sunan Kalijaga, arti Kalimasada dijabarkan terdiri dari beberapa bagian, yaitu: Ka= huruf/pengejaan Ka, Lima= angka 5, Sada= lidi/tulang rusuk daun kelapa, yang diartikan Selalu.
Jadi, kelima unsur dari Kalimasada, haruslah utuh, yaitu:
1. KaDonyan (sifat keduniawian).
Aja ngaya dateng dunya, jangan mengutamakan hal-hal yang bersifat duniawi, kebutuhan duniawi boleh dikejar tapi jangan diutamakan.
2. KaHewanan (sifat kebinatangan).
Aja tumindak kaya dene kewan, seperti hewan asusila. amoral, tidak beretika dll.
3. KaRobanan (sifat hawa nafsu).
Aja ngumbar hawa nafsu, jangan memelihra hawa nafsu, nafsu itu harus dikendalikan.
4. KaSetanan (sifat jahat).
Aja tumindak sing duduk samestine, jangan bertindak yang tidak semestinya, seperti gengsi, sombong, menyesatkan, berbuat licik dll.
5. KaTuhanan (bermakna kosong).
Gusti iku tan kena kinaya ngapa nanging ana, artinya Tuhan itu tidak dapat diceritakan secara apa pun tapi Dia itu ada dan maha kuasa atas segalanya.
Pengertian Jamus Kalimasada dari Sunan Kalijaga seperti di atas tersebut, adalah isi murni dari pengertian sejatinya. Setiap orang boleh membungkusnya dengan bungkus apa pun, tetapi jangan sampai kehilangan makna sejatinya dari Jamus Kalimasada.
Wallahu a’lam bish shawab.
Rahayu…
Salam Luar Biasa Prima!
Wuryanano
Twitter: @Wuryanano
Owner SWASTIKA PRIMA Entrepreneur College